dari : www.kompas.com
Minggu, 22 Maret 2009
MESKI orang desa, masyarakat Kampung Wargaluyu, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, sangat peduli pada sampah, bahkan mengolahnya. Setiap rumah yang ada di kanan kiri sepanjang jalan desa selebar 2 meter terdapat 2 tong sampah besar. Setiap tong tertulis Sampah Organik dan Sampah Non-Organik.
Jarak antara bibir aspal dan sungai yang hanya berjarak sekitar 50 sentimeter ditanami bunga-bungaan, sirih, dan pohon-pohon rindang seperti bungur. Sungguh asri dan teduh. Belum lagi kalau kita melongok ke sungai, sungguh jauh dari kesan jorok, keruh, ataupun bau. "Apa yang Mas lihat ini belum lama, baru tiga tahun ini kok. Baru tahun 2006," kata Seksi Organik dari Masyarakat Peduli Lingkungan (Mapeling) Ade Sobandi (46), Sabtu (21/3), ketika ditemui di sela-sela kunjungan warga RW 08 Kelurahan Petojo Utara ke Wargaluyu dalam rangka sharing pengalaman dalam pengelolaan lingkungan sehat. .................
Ade adalah salah satu dari enam penggagas dan pendiri Mapeling. Menurut Ade yang juga adalah Petugas Penyuluh Pertanian, tujuan utama Mapeling adalah supaya kampung ini bersih, hijau, sehat, dan mendapatkan air dengan mudah.
"Pokoknya supaya sadar akan kebersihan!" tegasnya.
Beberapa aktifitas yang telah dan akan dilakkukan untuk mencapai tujuan Mapeling itu adalah membuat lubang-lubang biopori untuk resapan air, pemilahan sampah organik dan anorganik, pembuatan dan penggunaan pupuk organik, kampanye cuci tangan memakai sabun, membersihkan sungai dan melakukan penghijauan di dalam kampung. "Saya lahir di sini, dan saya tahu bagaimana kampung ini dulu kumuh dan tidak sehat. Sungai keruh dan tidak ada sistem pengairan di rumah-rumah. Apalagi ketika sudah muncul plastik, sampah-sampah menumpuk di sungai," kata Ade.
Sebagai seksi organik, Ade sedang menggiatkan pembuatan dan penggunaan pupuk organik. "Caranya, hampir setiap hari penduduk di kampung ini mengumpulkan sampai organik ke rumah saya," ujar suami dari Ija Hadijah ini. Bentuknya bisa sisa makanan, buah-buah busuk, atau juga sisa sayur yang tidak dimasak. "Pengumpulan ini sangat mudah dilakukan karena setiap rumah sudah mempunyai tempat sampah terpisah, organik dan anorganik," kata Ade.
Dari sampah-sampah tersebut, dibuatlah pupuk organik dalam bentuk padat mapun cair. Pupuk-pupuk ini dipakai penduduk untuk tanaman bunga-bunga dan sayuran di pelataran rumah dan tanaman padi di sawah. "Adalah mendesak untuk menggunakan pupuk organik setelah 35 tahun tanah dihajar oleh pupuk kimia," seru Ade.
Dia mengenang kebijakan penggunaan pupuk kimia yang dilancarkan pemerintah Orde Baru itu hanya untuk mengejar swasembada beras. Padahal, kebijakan itu sangat merugikan rakyat karena tanah sekarang mati dan pembelian pupuk setiap tahun selalu naik.
"Jika fungsi tanah terus berkurang, maka padi mendapat nutrisinya langsung dari pupuk kimia. Kan sama saja kalau kita makan beras dari padi itu berarti kita makan racun," kata bapak tiga anak ini.
Menurut Ade, dalam tiga tahun ini penduduk kampung Wargaluyu mencoba pupuk organik untuk padi. Proses ini harus pelan-pelan. "Kita tidak boleh langsung menyuruh masyarakat memakai pupuk organik dan tidak menggunakan pupuk kimia. Mereka akan kecewa dan tidak mau memakai pupuk organik karena hasilnya drop. Perlu ada tahapannya," tutur Ade.
Tahapan yang Ade maksud adalah Pengolaan Tanaman secara Terpadu (PTT) dan System Rice Intensification (SRI). PTT adalah peggunaan pupuk dengan cara dicampur, pupuk kimia dan organik, sementara SRI sudah sepenuhnya memakai pupuk organik. "PTT berlangsung selama 6 kali musim. Dari musim ke musim secara bertahan pupuk kimianya dikurangi, sampai pada akhirnya diawal musim ketujuh kita akan tanam padi dengan pupuk organik secara keseluruhan," kata Ade.
Soal hasil penen, Ade mengakui ada selisih satu ton antara padi yang dihasilkan dari PTT dan SRI. Menurutnya, kalau memakai PTT satu hektar bisa menghasilkan 9 ton, sementara SRI hanya menghasilkan 8 ton. "Tapi itu sepadan dengan penghasilan yang mereka terima," kata Ade. Ia mengatakan, harga beras yang dihasilkan dari pemakaian pupuk kimia secara keseluruhan adalah Rp 4.500 per kg. Untuk beras hasil PTT dihargai Rp 5.000 per kg, dan yang terakhir dari SRI akan menghasilkan beras seharga Rp 7.000 per kg.
Siapa yang tidak mau kalau lingkungan sehat dan penghasilan meningkat?
Read More......
Selasa, 01 Desember 2009
Selasa, 10 November 2009
Seluk beluk Kompos
Prinsip-prinsip Membuat Kompos Yang Baik
1. Rasio karbon / nitrogen
Campuran dari daun kering, serbuk ger¬gaji, atau bahan karbon lain digabung dengan kotoran
hewan, tanaman hijau, atau pupuk untuk nitrogen (approximately 4:1 by volume).
2. Perbanyak mikroorgansme
Membuat MOL atau mikro organism local, atau dari tanah kebun yang subur atau kompos.
3. Tingkat kelembapan
Kelembaban dapat ditakar dengan cara memeras bahan kompos terasa basah tetapi tidak
meneteskan air. Jika terlalu kering tambahkan air atau cairan mol bila perlu.
4. Tingkat oksigen
Tumpukan kompos sebaiknya dibalik den¬gan teratur agar dapat hancur lebih cepat (3 hari).
Membalik tumpukannya menambahkan oksigen sehingga lebih sering kamu mem¬baliknya,
semakin cepat ia hancur.
5. Ukuran Partikel
Ukuran bahan kompos sebaiknya antara 2cm2 sampai dengan maksimal 5cm2, semakin halus
ukuran partikelnya, semakin luas daerah yang ada bagi mikroorganisme untuk bekerja. Tapi
jika cacahan seperti bubur malah memperlambat proses karena kurang meratanya udara,
karena itu jika ada bahan sisa makanan yang sangat halus dalam volume besar perlu diratakan
dan dicampur dengan bahan unsure karbon. Mencacah daun-daun dan bahan yang besar
mempercepat proses kompos..................
Masalah kompos, penyebab dan solusinya
1.Tumpukan kompos lembab dan hangat hanya di tengah tumpukannya.
Penyebab :
Tumpukan kompos terlalu kecil, atau cuaca dingin telah memperlambat proses kompos, Solusi : Jika mengompos dengan cara me¬numpuk, pastikan tumpukan 1 meter tingginya dan 1 meter lebarnya. Dengan box method sistem dan segitiga udara, tumpukan tidak harus besar.
2.Tumpukan kompos tidak menghangat sama sekali.
Penyebab :
•Tidak cukup bahan nitrogen, solusi : Pastikan bahan sumber nitrogen (hijauan, nasi
basi, kotoran hewan, atau sisa-sisa makanan).
•Tidak cukup oksigen yang masuk ke kompos, solusi : Aduk tumpukannya hingga udara
merata menyentuh bahan, ingat komposter aerob membutuhkan udara yang cukup.
•Tidak cukup lembab dalam tumpukan kompos, solusi : Campur aduk tumpukannya dan
siram dengan air sehingga tumpukannya lembab - tumpukan yang sangat kering tidak
akan mengkompos. Kelembaban dikatakan cukup dengan cara meremas bahan kompos terasa
basah tapi tidak menetes air.
•Kompos siap dipanen
3.Daun-daun lengket / rumput tidak terurai.
Penyebab
a)Tidak cukup udara, dan/atau kurang lembab, solusi :
Hindari lapisan tebal suatu jenis bahan saja, sebaiknya dilakukan pencacahan,
beraneka bahan organic dengan perbandingan carbon dan nitrogen (C/N) yang cukup.
Untuk mudahnya karbon diwakili oleh bahan-bahan organic berwarna coklat dan
nitrogen diwakili dengan yang berwarna cerah (hijau, merah, kuning dsb.).
Perbandingannya supaya mudah 50:50 volume.
b)Campur lapisan-lapisan tersebut dan aduk tumpu¬kannya sehingga bahan-bahan
tersebut tercampur baik.
4.Kompos berbau asam atau busuk
Penyebab :
Tidak cukup oxygen, terlalu basah, atau terlalu padat,
Solusi : Aduk tumpukannya sehingga dapat teraliri udara. Atau gunakan lubang-lubang bambu, pagar atau segitiga udara.
•Tambahkan bahan-bahan unsure karbon, sep¬erti : jerami, serbuk atau serutan kayu,
daun-daun kering untuk menyerap kelembabpan yang berlebihan.
•Jika sangat bau, tambahkan bahan-bahan kering diatasnya dan tunggu sampai agak
kering sebelum mengaduk tumpukannya.
5.Kompos berbau seperti amonia.
Penyebab ;
Tak cukupnya bahan karbon dalam kompos,
solusi : Tambahkan bahan karbon seperti serbuk gergaji, sekam padi, daun-daunan, jerami, cacahan koran, dll.
6.Kompos dirubungi kecoa, lalat, atau binatang lain.
Penyebab :
Bahan-bahan yang tidak tepat (daging / minyak), atau bahan-bahan tersebut terlalu dekat ke permukaan atau sisi tumpukan komposnya. Solusi : Kubur sisa-sisa makanan ditengah tumpukan.
7.Kompos dirubungi Semut Api
Penyebab :
Tumpukan mungkin terlalu kering, tidak cukup hangat, dan / atau ada sisa makanan yang terlalu dekat ke permukaan. Solusi : Pastikan tumpukannya mempunyai campuran ba¬han yang baik agar dapat menghangat, dan dijaga kelembabpannya.
Membuat Kompos Dengan Box Method dan Segitiga udara
Read More......
Menyelamatkan Sampah dengan Kompos
Selasa, 23 Juni 2009 | 13:21 WIB
PURBALINGGA, KOMPAS.com — Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, mengembangkan unit pengolahan sampah organik untuk dijadikan kompos. Unit pengolahan sampah ini mampu mengonversi 97 ton sampah organik dari pasar menjadi 38,8 ton pupuk organik berkualitas tinggi.
"Kualitas pupuk yang dihasilkan ini juga telah melalui uji laboratorium dan hasilnya memenuhi 20 parameter pupuk ideal berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)," kata Prayitno, Kasubbag Pemberitaan Sekretariat Daerah Purbalingga, di Purbalingga, Selasa (23/6).
Dengan demikian, keberadaan unit pengolahan sampah ini diharapkan dapat mendukung kebersihan dan kesehatan lingkungan pasar tradisional serta mendukung Pemkab Purbalingga dalam membangun ketahanan pangan nasional berbasis pertanian organik..................
Menurut dia, Bupati Purbalingga juga menyatakan kesiapannya untuk membeli produk sampah organik sebanyak 20 ton dengan harga Rp 500 per kilogram. "Pemkab akan membeli pupuk tersebut melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan," katanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Purbalingga Susilo Utomo mengatakan, unit pengolahan sampah organik Pasar Segamas berdiri di atas lahan seluas 620,13 meter persegi yang disediakan Pemkab Purbalingga.
Menurut dia, pembangunan unit ini dimulai pada 25 Juli 2008 dengan lama pengerjaan enam bulan. Mengenai proses pengolahan sampah, dilakukan melalui beberapa tahapan, pemisahan antara sampah organik dan anorganik, pencacahan, penumpukan, serta pemrosesan kompos selama 14 hari.
"Proses pengolahan sampah ini sepenuhnya diserahkan kepada pihak ketiga, yakni LSM," katanya.
Produksi sampah Pasar Segamas setiap harinya berkisar 7 hingga 8 meter kubik dengan 70 persen di antaranya merupakan sampah organik.
Pupuk kompos yang dihasilkan sekitar 20 persen dari volume yang digiling atau setara dengan 500 kilogram dari volume sampah yang dihasilkan pasar.
Berdasarkan uji laboratorium, kompos organik yang dihasilkan memenuhi standar minimum SNI meski kadar zat besi pada kompos masih terlalu tinggi.
BNJ
Sumber : Ant Read More......
PURBALINGGA, KOMPAS.com — Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, mengembangkan unit pengolahan sampah organik untuk dijadikan kompos. Unit pengolahan sampah ini mampu mengonversi 97 ton sampah organik dari pasar menjadi 38,8 ton pupuk organik berkualitas tinggi.
"Kualitas pupuk yang dihasilkan ini juga telah melalui uji laboratorium dan hasilnya memenuhi 20 parameter pupuk ideal berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)," kata Prayitno, Kasubbag Pemberitaan Sekretariat Daerah Purbalingga, di Purbalingga, Selasa (23/6).
Dengan demikian, keberadaan unit pengolahan sampah ini diharapkan dapat mendukung kebersihan dan kesehatan lingkungan pasar tradisional serta mendukung Pemkab Purbalingga dalam membangun ketahanan pangan nasional berbasis pertanian organik..................
Menurut dia, Bupati Purbalingga juga menyatakan kesiapannya untuk membeli produk sampah organik sebanyak 20 ton dengan harga Rp 500 per kilogram. "Pemkab akan membeli pupuk tersebut melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan," katanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Purbalingga Susilo Utomo mengatakan, unit pengolahan sampah organik Pasar Segamas berdiri di atas lahan seluas 620,13 meter persegi yang disediakan Pemkab Purbalingga.
Menurut dia, pembangunan unit ini dimulai pada 25 Juli 2008 dengan lama pengerjaan enam bulan. Mengenai proses pengolahan sampah, dilakukan melalui beberapa tahapan, pemisahan antara sampah organik dan anorganik, pencacahan, penumpukan, serta pemrosesan kompos selama 14 hari.
"Proses pengolahan sampah ini sepenuhnya diserahkan kepada pihak ketiga, yakni LSM," katanya.
Produksi sampah Pasar Segamas setiap harinya berkisar 7 hingga 8 meter kubik dengan 70 persen di antaranya merupakan sampah organik.
Pupuk kompos yang dihasilkan sekitar 20 persen dari volume yang digiling atau setara dengan 500 kilogram dari volume sampah yang dihasilkan pasar.
Berdasarkan uji laboratorium, kompos organik yang dihasilkan memenuhi standar minimum SNI meski kadar zat besi pada kompos masih terlalu tinggi.
BNJ
Sumber : Ant Read More......
Senin, 28 September 2009
Ministry of Environment Set Rules Waste Problem
Wednesday, September 10, 2008
JAKARTA, WEDNESDAY, Ministry of Environment in one year will be issued Government Regulation (PP) on waste management. This regulation was aimed at companies that generate waste released via the waste and packaging products.................
Decree issued on the basis of Law No.18 Year 2008 on Waste Management. "This regulation will give the company the responsibility of waste management, including when the received consumer," said Environment Minister Rachmat Witoelar, in Jakarta, Wednesday (10 / 9).
Rachmat added that the current waste management is only charged to the public. In fact, the location of the dump (TPA) citizens have bad effects on the environmental conditions that are not healthy.
One of the PP content was every industry must be responsible for packaging and packaging companies are obliged to label the subsequent processing instructions. Currently the draft regulations to the plan amounted to eleven points are still in the stage penggodokan in Ministry of Environment.
In the same occasion, Deputy Minister of Environmental Pollution Control Division, M. Gempur Adnan, the company proposes to establish a body or association to discuss more about the management of such waste.
Ministry of Environment as the supervisor hope, in one year since the regulation was issued later, every company can budget the cost of managing a company's internal parts. "Long-term, within ten years, 70 percent of the entire waste management industry in Indonesia has been running, with a level indicator on the environmental damage," Adnan added. Read More......
JAKARTA, WEDNESDAY, Ministry of Environment in one year will be issued Government Regulation (PP) on waste management. This regulation was aimed at companies that generate waste released via the waste and packaging products.................
Decree issued on the basis of Law No.18 Year 2008 on Waste Management. "This regulation will give the company the responsibility of waste management, including when the received consumer," said Environment Minister Rachmat Witoelar, in Jakarta, Wednesday (10 / 9).
Rachmat added that the current waste management is only charged to the public. In fact, the location of the dump (TPA) citizens have bad effects on the environmental conditions that are not healthy.
One of the PP content was every industry must be responsible for packaging and packaging companies are obliged to label the subsequent processing instructions. Currently the draft regulations to the plan amounted to eleven points are still in the stage penggodokan in Ministry of Environment.
In the same occasion, Deputy Minister of Environmental Pollution Control Division, M. Gempur Adnan, the company proposes to establish a body or association to discuss more about the management of such waste.
Ministry of Environment as the supervisor hope, in one year since the regulation was issued later, every company can budget the cost of managing a company's internal parts. "Long-term, within ten years, 70 percent of the entire waste management industry in Indonesia has been running, with a level indicator on the environmental damage," Adnan added. Read More......
Kementerian Lingkungan Hidup Siapkan Aturan Soal Sampah
Rabu, 10 September 2008 | 21:45 WIB
JAKARTA,RABU- Kementerian Lingkungan Hidup dalam satu tahun ini akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pengelolaan sampah. PP ini ditujukan kepada perusahaan yang menghasilkan sampah yang dikeluarkan melaui limbah maupun kemasan produknya................
PP tersebut dikeluarkan atas dasar Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. "PP ini akan memberikan tanggung jawab kepada perusahaan tentang pengelolaan sampahnya termasuk ketika diterima konsumen," kata Menteri Lingkungan Hidup RI, Rachmat Witoelar, di Jakarta, Rabu (10/9).
Rachmat menambahkan, saat ini pengelolaan sampah hanya dibebankan kepada masyarakat. Bahkan, di lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPA) warga mengalami dampak yang begitu buruk yaitu kondisi lingkungan yang tidak sehat.
Salah satu isi PP tersebut adalah setiap industri harus bertanggung jawab terhadap kemasannya dan perusahaan wajib melabeli kemasan tersebut tentang petunjuk pengolahan selanjutnya. Saat ini draft PP yang rencananya berjumlah sebelas butir masih dalam tahap penggodokan di Kementrian Lingkungan Hidup.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Menteri Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, M. Gempur Adnan, mengusulkan kepada perusahaan untuk membentuk suatu badan atau asosiasi untuk membicarakan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup selaku pengawas berharap, dalam satu tahun semenjak PP dikeluarkan nanti, tiap perusahaan dapat menganggarkan biaya pengelolaan menjadi bagian internal perusahaan. "Jangka panjangnya, dalam waktu sepuluh tahun, 70 persen pengelolaan sampah seluruh industri di Indonesia sudah berjalan, dengan indikator tingkat kerusakan pada lingkungan," tambah Adnan. Read More......
JAKARTA,RABU- Kementerian Lingkungan Hidup dalam satu tahun ini akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pengelolaan sampah. PP ini ditujukan kepada perusahaan yang menghasilkan sampah yang dikeluarkan melaui limbah maupun kemasan produknya................
PP tersebut dikeluarkan atas dasar Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. "PP ini akan memberikan tanggung jawab kepada perusahaan tentang pengelolaan sampahnya termasuk ketika diterima konsumen," kata Menteri Lingkungan Hidup RI, Rachmat Witoelar, di Jakarta, Rabu (10/9).
Rachmat menambahkan, saat ini pengelolaan sampah hanya dibebankan kepada masyarakat. Bahkan, di lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPA) warga mengalami dampak yang begitu buruk yaitu kondisi lingkungan yang tidak sehat.
Salah satu isi PP tersebut adalah setiap industri harus bertanggung jawab terhadap kemasannya dan perusahaan wajib melabeli kemasan tersebut tentang petunjuk pengolahan selanjutnya. Saat ini draft PP yang rencananya berjumlah sebelas butir masih dalam tahap penggodokan di Kementrian Lingkungan Hidup.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Menteri Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, M. Gempur Adnan, mengusulkan kepada perusahaan untuk membentuk suatu badan atau asosiasi untuk membicarakan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup selaku pengawas berharap, dalam satu tahun semenjak PP dikeluarkan nanti, tiap perusahaan dapat menganggarkan biaya pengelolaan menjadi bagian internal perusahaan. "Jangka panjangnya, dalam waktu sepuluh tahun, 70 persen pengelolaan sampah seluruh industri di Indonesia sudah berjalan, dengan indikator tingkat kerusakan pada lingkungan," tambah Adnan. Read More......
BGC Participants Ask Support Official Governments
Monday, September 14, 2009, 05:45:00
BANDUNG, (PRLM) .- Participants Bandung program Green and Clean (BGC) in 2009 complaining about the lack of attention and concern cantonal authorities to the program. In fact, the support from regional authorities will be very
meaningful to participants...............
Chairman of BGC Facilitator RW 02 Kel. Pasirlayung, Kec. South Cibeunying - Edi Kusnadi Widjaja said, since BGC launched, he and residents makes corrections environment. Among them improve greening program, the division of the flower pot or drum to the hamlet, and the creation of new Biopori hole.
In addition, residents also streamline the waste management by applying the sorting of household waste from up to small-scale composting. Through a number of changes, RW 02 Kel. Pasirlayung forward to the round of 30 nominees BGC.
Only, Edi revealed, success was not followed with care, attention, and assistance from the village and district, both morally and materially. "All this seems entirely owned BGC RW or obligations and responsibilities RW," he said.
Similar complaints submitted Kustiana Nana, facilitator BGC in other districts, some time ago. According to him, no cantonal authorities that specifically convey support for their participation
In fact, Nana claims often progress report to the activities of regional authorities. "Starting from the report of each activity, the formation of the committee, composting activities. However, there is no response in the field, "said Nana. In fact, his RW included in the thirty-RW drive to the next stage.
Nana reveals, the support of its citizens is not desired in the form of material support. "We're just asking, for example, if there is activity, cantonal authorities came and went into the field with the residents. It would be very mean, "said Nana.
In response, Deputy Mayor Bandung Vivananda Ayi says, BGC is a government and community programs. "If there cantonal authorities that do not support would be called upon to provide
support in accordance with the capacity and authority. We hope that the citizens or the head of RW that was not supported by regional authorities, can be reported with a clear identity, both the complainant and reported, "he said. (A-188/A-147) *** Read More......
BANDUNG, (PRLM) .- Participants Bandung program Green and Clean (BGC) in 2009 complaining about the lack of attention and concern cantonal authorities to the program. In fact, the support from regional authorities will be very
meaningful to participants...............
Chairman of BGC Facilitator RW 02 Kel. Pasirlayung, Kec. South Cibeunying - Edi Kusnadi Widjaja said, since BGC launched, he and residents makes corrections environment. Among them improve greening program, the division of the flower pot or drum to the hamlet, and the creation of new Biopori hole.
In addition, residents also streamline the waste management by applying the sorting of household waste from up to small-scale composting. Through a number of changes, RW 02 Kel. Pasirlayung forward to the round of 30 nominees BGC.
Only, Edi revealed, success was not followed with care, attention, and assistance from the village and district, both morally and materially. "All this seems entirely owned BGC RW or obligations and responsibilities RW," he said.
Similar complaints submitted Kustiana Nana, facilitator BGC in other districts, some time ago. According to him, no cantonal authorities that specifically convey support for their participation
In fact, Nana claims often progress report to the activities of regional authorities. "Starting from the report of each activity, the formation of the committee, composting activities. However, there is no response in the field, "said Nana. In fact, his RW included in the thirty-RW drive to the next stage.
Nana reveals, the support of its citizens is not desired in the form of material support. "We're just asking, for example, if there is activity, cantonal authorities came and went into the field with the residents. It would be very mean, "said Nana.
In response, Deputy Mayor Bandung Vivananda Ayi says, BGC is a government and community programs. "If there cantonal authorities that do not support would be called upon to provide
support in accordance with the capacity and authority. We hope that the citizens or the head of RW that was not supported by regional authorities, can be reported with a clear identity, both the complainant and reported, "he said. (A-188/A-147) *** Read More......
BioPoska fertilizer from organic waste plant in Bogor Botanical Gardens
Monday, May 18, 2009 - 16:27 wib
BioPoska fertilizer LIPI Launches
Rachmatunnisa - Okezone
BOGOR - LIPI had never stopped innovating to take advantage of the potential environment. Along with anniversary celebrations Bogor Botanical Gardens (KRB) to 192, LIPI BioPoska fertilizer product launches.
"BioPoska fertilizer made from all organic waste from plants in the KRB. That way, besides making KRB environment clean, garbage is collected not wasted but restored benefits for plant fertility," said Endang Sukara, Deputy Head of Science Biological Okezone LIPI when found in HUT KRB, Monday (18/5/2009 )..............
BioPoska organic fertilizer is compost nitrogen and free blocks chemicals that successfully developed KRB. The specialty fertilizer is pure preparations of twigs, leaves and roots that fall from the KRB.
Trash is then fermented naturally to produce high value compost. 87 hectares of land area KRB, has the potential to produce four to six tons of organic fertilizer per day. The result is then used again for the enrichment and preservation of KRB.
"Organic fertilizer from compost KRB completely free of chemicals, so very good in binding nitrogen and fertilize the plants," said Endang.
According to him, the factory-made fertilizers are generally always have a mixture of chemicals so there is always a side effect of its use. As the soil cracks when dry season or become very muddy during the rainy season. This will gradually cause environmental damage. While pure organic fertilizer can adjust weather conditions and environmentally friendly.
When asked whether this fertilizer will also be marketed to the public, Endang said that for the needs of KRB alone still seems to be less. However, LIPI educate people about the technology of this organic fertilizer.
"Although we are not marketing it to outside interests KRB, but the wider community can adapt this technology, so that the benefits of waste management for the conservation of plants can be felt by many people,"
Also Endang also said that the need to provide education regarding the benefits of plants to the public. This has long been conducted by LIPI. According to him, if people already know the benefits that they do, they will be moved alone to preserve plant and harvest living for themselves and future generations.
(srn). Read More......
BioPoska fertilizer LIPI Launches
Rachmatunnisa - Okezone
BOGOR - LIPI had never stopped innovating to take advantage of the potential environment. Along with anniversary celebrations Bogor Botanical Gardens (KRB) to 192, LIPI BioPoska fertilizer product launches.
"BioPoska fertilizer made from all organic waste from plants in the KRB. That way, besides making KRB environment clean, garbage is collected not wasted but restored benefits for plant fertility," said Endang Sukara, Deputy Head of Science Biological Okezone LIPI when found in HUT KRB, Monday (18/5/2009 )..............
BioPoska organic fertilizer is compost nitrogen and free blocks chemicals that successfully developed KRB. The specialty fertilizer is pure preparations of twigs, leaves and roots that fall from the KRB.
Trash is then fermented naturally to produce high value compost. 87 hectares of land area KRB, has the potential to produce four to six tons of organic fertilizer per day. The result is then used again for the enrichment and preservation of KRB.
"Organic fertilizer from compost KRB completely free of chemicals, so very good in binding nitrogen and fertilize the plants," said Endang.
According to him, the factory-made fertilizers are generally always have a mixture of chemicals so there is always a side effect of its use. As the soil cracks when dry season or become very muddy during the rainy season. This will gradually cause environmental damage. While pure organic fertilizer can adjust weather conditions and environmentally friendly.
When asked whether this fertilizer will also be marketed to the public, Endang said that for the needs of KRB alone still seems to be less. However, LIPI educate people about the technology of this organic fertilizer.
"Although we are not marketing it to outside interests KRB, but the wider community can adapt this technology, so that the benefits of waste management for the conservation of plants can be felt by many people,"
Also Endang also said that the need to provide education regarding the benefits of plants to the public. This has long been conducted by LIPI. According to him, if people already know the benefits that they do, they will be moved alone to preserve plant and harvest living for themselves and future generations.
(srn). Read More......
Rabu, 23 September 2009
Peserta BGC Minta Dukungan Aparat Pemerintah
Peserta BGC Minta Dukungan Aparat Pemerintah
Senin, 14 September 2009 , 05:45:00
BANDUNG, (PRLM).- Peserta program Bandung Green and Clean (BGC) 2009 mengeluhkan minimnya perhatian dan kepedulian aparat kewilayahan terhadap program tersebut. Padahal, dukungan dari aparat kewilayahan akan sangat
berarti bagi peserta.
Fasilitator BGC Ketua RW 02 Kel. Pasirlayung, Kec. Cibeunying Kidul Edi Kusnadi Widjaja mengatakan, sejak BGC digulirkan, ia bersama warga melakukan pembenahan lingkungan. Di antaranya meningkatkan program penghijauan, pembagian pot atau drum bunga ke setiap RT, dan pembuatan lubang biopori baru.
Selain itu, warga juga mengefektifkan pengelolaan sampah dengan menerapkan pemilahan sampah sejak rumah tangga hingga pembuatan kompos skala kecil. Melalui sejumlah perubahan itu, RW 02 Kel. Pasirlayung maju ke babak 30 besar nominator BGC.
Hanya, Edi mengungkapkan, keberhasilan itu tidak diikuti dengan kepedulian, perhatian, dan bantuan dari kelurahan serta kecamatan, baik moril maupun materiil. ”Selama ini sepertinya BGC sepenuhnya milik RW atau kewajiban dan tanggung jawab RW,” ujarnya.
Keluhan senada disampaikan Nana Kustiana, fasilitator BGC di kecamatan lainnya, beberapa waktu lalu. Menurut dia, belum ada aparat kewilayahan yang secara khusus menyampaikan dukungan terhadap keikutsertaan mereka..............
Padahal, Nana mengaku kerap menyampaikan laporan perkembangan kegiatan kepada aparat kewilayahan. ”Mulai dari laporan setiap kegiatan, pembentukan panitia, kegiatan pembuatan kompos. Namun, tidak ada respons di lapangan,” kata Nana. Padahal, RW-nya termasuk dalam tigapuluh RW yang melaju ke tahapan selanjutnya.
Nana mengungkapkan, dukungan yang diinginkan warganya bukanlah dukungan dalam bentuk materi. ”Kami hanya meminta, misalnya, kalau ada kegiatan, aparat kewilayahan datang dan terjun ke lapangan bersama warga. Hal itu akan sangat berarti,” ujar Nana.
Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda mengatakan, BGC adalah program pemerintah dan masyarakat. ”Jika memang ada aparat kewilayahan yang tidak mendukung tentu akan dipanggil agar memberikan
dukungan sesuai dengan kapasitas dan kewenangannya. Kami berharap agar warga atau ketua RW yang merasa tidak didukung oleh aparat kewilayahan, dapat melaporkan disertai identitas yang jelas, baik pelapor maupun terlapor,” ujarnya. (A-188/A-147)*** Read More......
Senin, 14 September 2009 , 05:45:00
BANDUNG, (PRLM).- Peserta program Bandung Green and Clean (BGC) 2009 mengeluhkan minimnya perhatian dan kepedulian aparat kewilayahan terhadap program tersebut. Padahal, dukungan dari aparat kewilayahan akan sangat
berarti bagi peserta.
Fasilitator BGC Ketua RW 02 Kel. Pasirlayung, Kec. Cibeunying Kidul Edi Kusnadi Widjaja mengatakan, sejak BGC digulirkan, ia bersama warga melakukan pembenahan lingkungan. Di antaranya meningkatkan program penghijauan, pembagian pot atau drum bunga ke setiap RT, dan pembuatan lubang biopori baru.
Selain itu, warga juga mengefektifkan pengelolaan sampah dengan menerapkan pemilahan sampah sejak rumah tangga hingga pembuatan kompos skala kecil. Melalui sejumlah perubahan itu, RW 02 Kel. Pasirlayung maju ke babak 30 besar nominator BGC.
Hanya, Edi mengungkapkan, keberhasilan itu tidak diikuti dengan kepedulian, perhatian, dan bantuan dari kelurahan serta kecamatan, baik moril maupun materiil. ”Selama ini sepertinya BGC sepenuhnya milik RW atau kewajiban dan tanggung jawab RW,” ujarnya.
Keluhan senada disampaikan Nana Kustiana, fasilitator BGC di kecamatan lainnya, beberapa waktu lalu. Menurut dia, belum ada aparat kewilayahan yang secara khusus menyampaikan dukungan terhadap keikutsertaan mereka..............
Padahal, Nana mengaku kerap menyampaikan laporan perkembangan kegiatan kepada aparat kewilayahan. ”Mulai dari laporan setiap kegiatan, pembentukan panitia, kegiatan pembuatan kompos. Namun, tidak ada respons di lapangan,” kata Nana. Padahal, RW-nya termasuk dalam tigapuluh RW yang melaju ke tahapan selanjutnya.
Nana mengungkapkan, dukungan yang diinginkan warganya bukanlah dukungan dalam bentuk materi. ”Kami hanya meminta, misalnya, kalau ada kegiatan, aparat kewilayahan datang dan terjun ke lapangan bersama warga. Hal itu akan sangat berarti,” ujar Nana.
Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda mengatakan, BGC adalah program pemerintah dan masyarakat. ”Jika memang ada aparat kewilayahan yang tidak mendukung tentu akan dipanggil agar memberikan
dukungan sesuai dengan kapasitas dan kewenangannya. Kami berharap agar warga atau ketua RW yang merasa tidak didukung oleh aparat kewilayahan, dapat melaporkan disertai identitas yang jelas, baik pelapor maupun terlapor,” ujarnya. (A-188/A-147)*** Read More......
Pupuk BioPoska berasal dari sampah organik tanaman di Kebun Raya Bogor
senin, 18 Mei 2009 - 16:27 wib
LIPI Luncurkan Pupuk BioPoska
Rachmatunnisa - Okezone
BOGOR - LIPI tak pernah berhenti berinovasi untuk memanfaatkan potensi lingkungan. Bersamaan dengan perayaan HUT Kebun Raya Bogor (KRB) ke-192, LIPI meluncurkan produk pupuk BioPoska.
"Pupuk BioPoska dibuat dari semua sampah organik yang berasal dari tumbuhan di KRB. Dengan begitu, selain membuat lingkungan KRB bersih, sampah yang dikumpulkan tak terbuang sia-sia namun dikembalikan lagi manfaatnya untuk kesuburan tanaman," kata Endang Sukara, Deputi Kepala Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI saat ditemui Okezone pada HUT KRB, Senin (18/5/2009).............
Pupuk organik BioPoska merupakan kompos penghambat nitrogen dan bebas bahan kimia yang berhasil dikembangkan KRB. Keistimewaan pupuk ini adalah murni olahan dari ranting, daun dan akar yang berguguran dari KRB.
Sampah ini kemudian difermentasi secara alami sehingga menghasilkan kompos bernilai tinggi. Dari 87 hektar luas lahan KRB, berpotensi menghasilkan empat hingga enam ton pupuk organik per harinya. Hasilnya kemudian dimanfaatkan kembali untuk penyuburan dan kelestarian KRB.
"Pupuk organik dari kompos KRB ini benar-benar bebas dari unsur kimiawi, sehingga sangat baik dalam mengikat nitrogen dan menyuburkan tanaman," kata Endang.
Menurutnya, pada pupuk buatan pabrik umumnya selalu terdapat campuran bahan kimia sehingga selalu ada efek samping dalam penggunaannya. Seperti tanah retak-retak ketika musim kemarau atau menjadi sangat becek ketika musim hujan. Hal ini sedikit demi sedikit akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Sedangkan pupuk organik murni bisa menyesuaikan kondisi cuaca serta ramah lingkungan.
Ketika ditanya apakah pupuk ini akan juga dipasarkan ke masyarakat, Endang mengatakan bahwa untuk kebutuhan KRB sendiri saja nampaknya masih kurang. Namun begitu, LIPI mengedukasi masyarakat tentang teknologi pembuatan pupuk organik ini.
"Meski kami tidak memasarkannya untuk kepentingan di luar KRB, namun masyarakat luas bisa mengadaptasi teknologi ini, sehingga manfaat pengelolaan sampah untuk pelestarian tanaman bisa dirasakan oleh banyak kalangan,"
Selain itu Endang pun mengatakan perlunya memberikan edukasi tentang manfaat tanaman kepada masyarakat. Hal ini sudah sejak lama dilakukan oleh LIPI. Menurutnya, jika masyarakat sudah tahu manfaat yang akan mereka peroleh, mereka akan tergerak sendiri untuk melestarikan tanaman dan tinggal memetik hasilnya untuk mereka sendiri dan juga generasi yang akan datang.
(srn) Read More......
LIPI Luncurkan Pupuk BioPoska
Rachmatunnisa - Okezone
BOGOR - LIPI tak pernah berhenti berinovasi untuk memanfaatkan potensi lingkungan. Bersamaan dengan perayaan HUT Kebun Raya Bogor (KRB) ke-192, LIPI meluncurkan produk pupuk BioPoska.
"Pupuk BioPoska dibuat dari semua sampah organik yang berasal dari tumbuhan di KRB. Dengan begitu, selain membuat lingkungan KRB bersih, sampah yang dikumpulkan tak terbuang sia-sia namun dikembalikan lagi manfaatnya untuk kesuburan tanaman," kata Endang Sukara, Deputi Kepala Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI saat ditemui Okezone pada HUT KRB, Senin (18/5/2009).............
Pupuk organik BioPoska merupakan kompos penghambat nitrogen dan bebas bahan kimia yang berhasil dikembangkan KRB. Keistimewaan pupuk ini adalah murni olahan dari ranting, daun dan akar yang berguguran dari KRB.
Sampah ini kemudian difermentasi secara alami sehingga menghasilkan kompos bernilai tinggi. Dari 87 hektar luas lahan KRB, berpotensi menghasilkan empat hingga enam ton pupuk organik per harinya. Hasilnya kemudian dimanfaatkan kembali untuk penyuburan dan kelestarian KRB.
"Pupuk organik dari kompos KRB ini benar-benar bebas dari unsur kimiawi, sehingga sangat baik dalam mengikat nitrogen dan menyuburkan tanaman," kata Endang.
Menurutnya, pada pupuk buatan pabrik umumnya selalu terdapat campuran bahan kimia sehingga selalu ada efek samping dalam penggunaannya. Seperti tanah retak-retak ketika musim kemarau atau menjadi sangat becek ketika musim hujan. Hal ini sedikit demi sedikit akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Sedangkan pupuk organik murni bisa menyesuaikan kondisi cuaca serta ramah lingkungan.
Ketika ditanya apakah pupuk ini akan juga dipasarkan ke masyarakat, Endang mengatakan bahwa untuk kebutuhan KRB sendiri saja nampaknya masih kurang. Namun begitu, LIPI mengedukasi masyarakat tentang teknologi pembuatan pupuk organik ini.
"Meski kami tidak memasarkannya untuk kepentingan di luar KRB, namun masyarakat luas bisa mengadaptasi teknologi ini, sehingga manfaat pengelolaan sampah untuk pelestarian tanaman bisa dirasakan oleh banyak kalangan,"
Selain itu Endang pun mengatakan perlunya memberikan edukasi tentang manfaat tanaman kepada masyarakat. Hal ini sudah sejak lama dilakukan oleh LIPI. Menurutnya, jika masyarakat sudah tahu manfaat yang akan mereka peroleh, mereka akan tergerak sendiri untuk melestarikan tanaman dan tinggal memetik hasilnya untuk mereka sendiri dan juga generasi yang akan datang.
(srn) Read More......
Senin, 21 September 2009
DPKLTS Pessimistic about the Local Regulations of Waste
Pikiran Rakyat
Thursday, June 18, 2009, 13:39:00
BANDUNG, (PRLM) .- Board of Forestry and Environmental Observer Tatar Sunda (DPKLTS) pessimistic about the draft regulations on waste Jabar. DPKLTS Expert Council, Sobirin Supardiono, states, which will be raperda regulations would only be a 'paper tiger'.
Sobirin explained, currently about 90 percent of West Java have not categorized care about garbage. even the government was not seriously tackle the problem of garbage ............
According to him, waste management is inseparable from the three factors, namely political will, education, and culture. Political will for the problem, said Sobirin, the local government to show it to deal with waste problems is comprehensive.
Similarly, in education, none of the subjects on how waste management in schools. Sobirin said, people were already accustomed to not be burdened with the affairs of garbage, because they're already paying fees.
"Ideally, waste management starting from the manufacturers. The sorting rubbish is piled high will cost. Ngangkut Once trash from TPS to TPA could spend USD 500 thousand per truck,''said Sobirin, Thursday (18 / 6).
According to him, the implementation plan regulation of the waste is very good. However, based on experience, the umbrella law relating to the environment will only be a 'paper tiger' is missing.
When implementation in the field, according to Sobirin, usually knock sectoral ego of each city and district. Cities and districts, according to him, often ignore the legal umbrella of the administration rolled out. (A-132/kur) *** Read More......
Thursday, June 18, 2009, 13:39:00
BANDUNG, (PRLM) .- Board of Forestry and Environmental Observer Tatar Sunda (DPKLTS) pessimistic about the draft regulations on waste Jabar. DPKLTS Expert Council, Sobirin Supardiono, states, which will be raperda regulations would only be a 'paper tiger'.
Sobirin explained, currently about 90 percent of West Java have not categorized care about garbage. even the government was not seriously tackle the problem of garbage ............
According to him, waste management is inseparable from the three factors, namely political will, education, and culture. Political will for the problem, said Sobirin, the local government to show it to deal with waste problems is comprehensive.
Similarly, in education, none of the subjects on how waste management in schools. Sobirin said, people were already accustomed to not be burdened with the affairs of garbage, because they're already paying fees.
"Ideally, waste management starting from the manufacturers. The sorting rubbish is piled high will cost. Ngangkut Once trash from TPS to TPA could spend USD 500 thousand per truck,''said Sobirin, Thursday (18 / 6).
According to him, the implementation plan regulation of the waste is very good. However, based on experience, the umbrella law relating to the environment will only be a 'paper tiger' is missing.
When implementation in the field, according to Sobirin, usually knock sectoral ego of each city and district. Cities and districts, according to him, often ignore the legal umbrella of the administration rolled out. (A-132/kur) *** Read More......
Is the Best Method PLTSa
from: http://www.pksbandung.org
Located in the hotel Santika, Saturday (12 / 5), held a seminar and workshop waste management. Activities held ekuintek field DPD PKS Kota Bandung in a series Milad-9 MCC to this, trying to find a solution about the problem of garbage in the city of Bandung.
Representatives of NGOs, CBOs, academics, students, press and practitioners gathered to discuss the problem of garbage in the city of Bandung. Present as speakers, Drs. Husni Muttaqien Chairman DPRD Kota Bandung, Director of DPKLTS Prof.Dr. Mubiyar Purwasasmita, Dr. Asep Warlan, SH., MH. Staff Lecturer Faculty of Law University of Parahyangan, Dr. Faculty Faculty Taufikurahman Sith ITB, representatives from the PD Kebersihan and Head of Bandung BPLHD Office. As a moderator of one-day seminar was Dr. Setiadi Yazid Ekuintek Head of DPD PKS Kota Bandung and Haru Suandharu, S.Si., M.Sc. Chairman of the DPD PKS Kota Bandung
Legality waste management
.....
Chairman of the Parliament of Bandung, Drs. Muttaqien Husni said, the legal umbrella of waste management are closely related to K-3 law. But the obstacles faced in the field is the problem of implementation of the implementation of the law itself. The government must do a minimum service standard for municipal waste management. These standards include a simple, concrete, and accountable.
Waste management principles that must be the city government includes four factors. First find the best method, the legality, evaluation of local regulations, budget financing and third-party sharing is the third and fourth implementation paradigm education community about waste management.
Discussion workshop recommendations are as follows. First, whether PLTSa is the best method? Second, encourage the establishment of minimum service standards and the third who do?
greater Biotechnology Project
Prof. Dr. Mubiar Purwasasmita, Director DPKLTS said environment-based waste management is a complete solution. The best method is not enough, there need civilizing process in society. Technology for processing environment-friendly garbage already available in Indonesia. One of them with waste management that can be used again in other areas.
Mainly used for compost material, which is very useful for soil fertility. Handling of waste for composting can be started from the smallest of the family environment.
Environmentalists are sometimes defeated by the interests of the project, the largest real project is to strengthen bio-business. So projects should be based agricultural biotechnology is a priority.
Environment friendly
There are a lot of potential waste if the method is used correctly. One method is to tackle waste combustion or burning, that potential will be lost to heat, whereas we know that heat is the process of disposal or energy inefficiency.
Handling should be started from home with kompos.Aktvitas made of plastic waste recycling involves many parties and has economic value is very large and not recorded. If the plastic is burned, then we lose other than a high economic value, is also a high potential to pollute the environment with substances that are harmful to the environment and health, for example Dioxine, a substance that could potentially trigger cancer.
Recommendation is that how the waste is in the community can be used again to restore the land that currently is not fertile anymore.
PLTSa is a step to accelerate the flow of energy, while the composting is to help the ecosystem cycle better. Culture should be directed to make waste into energy better. With the improvement of the ecosystem will be more beneficial for the long term, he said. Faculty Faculty Taufikurahman Sith ITB
No need referendum
In the Constitution Article 28, the people given the right to a healthy environment. Accountability and Responsibility. Garbage is the responsibility of government is not public. Intersektor approach, is set at every level with their respective priorities.
Provide incentives to communities that participate in the management and reduction of waste production. Conduct scientific-based approach. Regional institutions should be able to build a society that observes the suppression of garbage produsksi environmentally unfriendly as plastics and the like ..
Provide recommendations for making program crash, state emergency Bandung garbage, in the medium term it is necessary to waste draft law.
The referendum is a very terrible forces can even diseterakan the revolution, whether the referendum eligible for garbage? Ask the experts, with the other methods of public hearing and the like. Spare until the referendum to appear discourse waste problems.
It is possible to do a class action or leggal standing problem of waste management or the lightest is the public test. But in Indonesia the public testing usually only used for ceremonial. The ends of government is in control organizer, said Dr. Asep Warlan, SH., MH.
President of PD Kebersihan Bandung invited into one of the speakers could not come, finally represented one of the staff of the PD. Kebersihan of Bandung. aw Read More......
Located in the hotel Santika, Saturday (12 / 5), held a seminar and workshop waste management. Activities held ekuintek field DPD PKS Kota Bandung in a series Milad-9 MCC to this, trying to find a solution about the problem of garbage in the city of Bandung.
Representatives of NGOs, CBOs, academics, students, press and practitioners gathered to discuss the problem of garbage in the city of Bandung. Present as speakers, Drs. Husni Muttaqien Chairman DPRD Kota Bandung, Director of DPKLTS Prof.Dr. Mubiyar Purwasasmita, Dr. Asep Warlan, SH., MH. Staff Lecturer Faculty of Law University of Parahyangan, Dr. Faculty Faculty Taufikurahman Sith ITB, representatives from the PD Kebersihan and Head of Bandung BPLHD Office. As a moderator of one-day seminar was Dr. Setiadi Yazid Ekuintek Head of DPD PKS Kota Bandung and Haru Suandharu, S.Si., M.Sc. Chairman of the DPD PKS Kota Bandung
Legality waste management
.....
Chairman of the Parliament of Bandung, Drs. Muttaqien Husni said, the legal umbrella of waste management are closely related to K-3 law. But the obstacles faced in the field is the problem of implementation of the implementation of the law itself. The government must do a minimum service standard for municipal waste management. These standards include a simple, concrete, and accountable.
Waste management principles that must be the city government includes four factors. First find the best method, the legality, evaluation of local regulations, budget financing and third-party sharing is the third and fourth implementation paradigm education community about waste management.
Discussion workshop recommendations are as follows. First, whether PLTSa is the best method? Second, encourage the establishment of minimum service standards and the third who do?
greater Biotechnology Project
Prof. Dr. Mubiar Purwasasmita, Director DPKLTS said environment-based waste management is a complete solution. The best method is not enough, there need civilizing process in society. Technology for processing environment-friendly garbage already available in Indonesia. One of them with waste management that can be used again in other areas.
Mainly used for compost material, which is very useful for soil fertility. Handling of waste for composting can be started from the smallest of the family environment.
Environmentalists are sometimes defeated by the interests of the project, the largest real project is to strengthen bio-business. So projects should be based agricultural biotechnology is a priority.
Environment friendly
There are a lot of potential waste if the method is used correctly. One method is to tackle waste combustion or burning, that potential will be lost to heat, whereas we know that heat is the process of disposal or energy inefficiency.
Handling should be started from home with kompos.Aktvitas made of plastic waste recycling involves many parties and has economic value is very large and not recorded. If the plastic is burned, then we lose other than a high economic value, is also a high potential to pollute the environment with substances that are harmful to the environment and health, for example Dioxine, a substance that could potentially trigger cancer.
Recommendation is that how the waste is in the community can be used again to restore the land that currently is not fertile anymore.
PLTSa is a step to accelerate the flow of energy, while the composting is to help the ecosystem cycle better. Culture should be directed to make waste into energy better. With the improvement of the ecosystem will be more beneficial for the long term, he said. Faculty Faculty Taufikurahman Sith ITB
No need referendum
In the Constitution Article 28, the people given the right to a healthy environment. Accountability and Responsibility. Garbage is the responsibility of government is not public. Intersektor approach, is set at every level with their respective priorities.
Provide incentives to communities that participate in the management and reduction of waste production. Conduct scientific-based approach. Regional institutions should be able to build a society that observes the suppression of garbage produsksi environmentally unfriendly as plastics and the like ..
Provide recommendations for making program crash, state emergency Bandung garbage, in the medium term it is necessary to waste draft law.
The referendum is a very terrible forces can even diseterakan the revolution, whether the referendum eligible for garbage? Ask the experts, with the other methods of public hearing and the like. Spare until the referendum to appear discourse waste problems.
It is possible to do a class action or leggal standing problem of waste management or the lightest is the public test. But in Indonesia the public testing usually only used for ceremonial. The ends of government is in control organizer, said Dr. Asep Warlan, SH., MH.
President of PD Kebersihan Bandung invited into one of the speakers could not come, finally represented one of the staff of the PD. Kebersihan of Bandung. aw Read More......
Indonesia Go Organic in 2014
Sunday, July 26, 2009 06:10 pm
Metrotvnews.com, Pamanukan: Minister of Agriculture, Anton Apriantono ensure that by 2014, Indonesia will go organic. For to go organic, has prepared a 42 factory ready to produce organic fertilizer for 1.05 tons of fertilizer per year.
This statement is expressed Anton after fertilizer plant inaugurated in Pamanukan, West Java, Saturday (25 / 7). Anton confirmed intensively, the Department of Agriculture will develop industry-based organic fertilizers to meet the needs of technology in the country.
Anton also confirmed Indonesia will be ready to produce fertilizer to farmers in accordance with the requirements. As a result in 2014, Indonesia no longer experiencing scarcity of fertilizers. (RAS) Read More......
Metrotvnews.com, Pamanukan: Minister of Agriculture, Anton Apriantono ensure that by 2014, Indonesia will go organic. For to go organic, has prepared a 42 factory ready to produce organic fertilizer for 1.05 tons of fertilizer per year.
This statement is expressed Anton after fertilizer plant inaugurated in Pamanukan, West Java, Saturday (25 / 7). Anton confirmed intensively, the Department of Agriculture will develop industry-based organic fertilizers to meet the needs of technology in the country.
Anton also confirmed Indonesia will be ready to produce fertilizer to farmers in accordance with the requirements. As a result in 2014, Indonesia no longer experiencing scarcity of fertilizers. (RAS) Read More......
World Bank and the Government of the Cimahi City visited focal
More than one month in this blog is not up date, in addition to focal activities - each of which had personal family all busy with school holiday activities of children. Mid july focal resumed his routine activities to socializing to the citizens to go to community-based waste management. Likewise with activities in TPS (temporary garbage dump) in GCA. Sorting and composting organic waste is also seeing a new phase in which organic waste piled up waiting for decomposing after some time neglected.
Less than two weeks the compost is harvested twice with an amazing volume of 16 bags of 50 kg size (- / + 500kg). A compost pile should be harvested one week earlier, because of school holidays then the harvest dirapel 2 weeks later).
A new development, this time in the TPS GCA guest arrival of high school students MUTHAHARI. On July, 30 2009 driven by teachers to take more care and want to see first hand how waste in the process of the TPS (temporary landfill) GCA. 200 students and teachers enliven the atmosphere of the housing complex Griya Cempaka Arum is usually quiet visitors ........
After visiting high school students on August , 11 2009 back focal arrival of a visitor class International, an English, a consultant of an Environmental agency GLOBAL ENVIRONMENT FACILITY. ROB Craig in accompanied by several representatives of city government and one observer from Jakarta neighborhood. Rob Craig surveying and many questions; from start ideas, technical and non technical to the cost of daily operations, referred to how much attention and government support. Pretty amazed Mr.craig know all focal activists are full of lean volunteers with activities that have been able to significantly reduce waste, socialization, and discipline officers.
ROB CRAIG DARI WORD BANK DAN ROMBONGAN
Not long ago Mr.Craig left the GCA followed the arrival a group of 3 people (1 gentleman and 2 ladies) they are officials of government from the Cimahi Environmental Health and Hygiene Office (DPLK). They was deliberately sent by the city government to conduct study Cimahi comparison with activities in GCA. They plan dated August, 19 2009 will come with people of cimahi for sharing experiences and exchanging knowledge also experience to overcome urban garbage.
dengan DPLK PEMKOT CIMAHI
Hopefully this will be good for all of us good citizens of Bandung and Cimahi to lead to radical changes in the waste paradigm supported by the city government both local and long distance. Read More......
Less than two weeks the compost is harvested twice with an amazing volume of 16 bags of 50 kg size (- / + 500kg). A compost pile should be harvested one week earlier, because of school holidays then the harvest dirapel 2 weeks later).
A new development, this time in the TPS GCA guest arrival of high school students MUTHAHARI. On July, 30 2009 driven by teachers to take more care and want to see first hand how waste in the process of the TPS (temporary landfill) GCA. 200 students and teachers enliven the atmosphere of the housing complex Griya Cempaka Arum is usually quiet visitors ........
After visiting high school students on August , 11 2009 back focal arrival of a visitor class International, an English, a consultant of an Environmental agency GLOBAL ENVIRONMENT FACILITY. ROB Craig in accompanied by several representatives of city government and one observer from Jakarta neighborhood. Rob Craig surveying and many questions; from start ideas, technical and non technical to the cost of daily operations, referred to how much attention and government support. Pretty amazed Mr.craig know all focal activists are full of lean volunteers with activities that have been able to significantly reduce waste, socialization, and discipline officers.
ROB CRAIG DARI WORD BANK DAN ROMBONGAN
Not long ago Mr.Craig left the GCA followed the arrival a group of 3 people (1 gentleman and 2 ladies) they are officials of government from the Cimahi Environmental Health and Hygiene Office (DPLK). They was deliberately sent by the city government to conduct study Cimahi comparison with activities in GCA. They plan dated August, 19 2009 will come with people of cimahi for sharing experiences and exchanging knowledge also experience to overcome urban garbage.
dengan DPLK PEMKOT CIMAHI
Hopefully this will be good for all of us good citizens of Bandung and Cimahi to lead to radical changes in the waste paradigm supported by the city government both local and long distance. Read More......
Integrated Farming Systems and Pollution Prevention Initiatives Stimulate Co-Learning Extension Strategies
from : www.joe.org
October 2006
Introduction
The 1996 Food Quality Protection Act (FQPA) brought the most dramatic changes to pesticide regulation since the creation of the US Environmental Protection Agency (USEPA), including the cancellation or partial ban of several economically important organophosphate (OP) insecticides (Van Steenwyk & Zalom, 2005). Numerous alternative pest management strategies have been advanced by researchers, some new and some pre-dating the invention of OPs. Pheromone mating disruption, novel and narrow-spectrum insecticides, and biological control (in its various forms) have been demonstrated for many crops (Grafton-Cardwell, Godfrey, Chaney, & Bentley, 2005; Mills & Daane, 2005; Welter et al., 2005).
In theory, the elimination of OP pesticides should not economically disrupt agriculture (Metcalfe et al., 2002), but these alternatives challenge conventional transfer-of-technology Extension pedagogies. Whereas OP insecticides are remarkably simple to use, alternative pest management strategies are more complicated and rely more heavily on expert, ecologically based knowledge. Inserting system-oriented, ecologically based practices into conventional transfer-of-technology Extension programs has a poor record of user adoption (Röling & Wagemakers, 1998)......
In this article, we situate these alternative pest management strategies within the context of the extension of integrated farming systems while specifically analyzing Extension activities of agro-environmental partnerships in California. We argue that their organizational structure, which facilitates greater participation, has been key to their success. The shift from a "transfer of technology" model to one that includes more co-learning, facilitation, and emphasis on decision-making making can help all Extension stakeholders and improve Extension's service delivery.
This article draws from a major study of California's agro-environmental partnerships, based on 3 years of field work interviewing over 230 growers, consultants, Extensionists, scientists, regulators, and grower organization staff (Warner 2004), to highlight implications for University of California (UC) Extension practices as California agriculture moves "beyond organophosphates" (Van Steenwyk & Zalom, 2005).
Agricultural Pollution and Agro-Environmental Partnerships
Agriculture is the greatest source of non-point water pollution in the U.S. (U.S. Geological Survey, 1999), and it is under significant political pressure to address this problem, especially in highly urbanized states like California. In response, Extensionists are paying increased attention to helping growers reduce the environmental impacts of agricultural production.
In 1993, the National Research Council's Soil and Water Quality: An Agenda for Agriculture recommended that integrated farming system plans should become the basis of federal, state, and local soil and water quality programs. It argued that in "systems-level approaches to analyzing agricultural production systems . . . inherent links exist among soil quality conservation, improvements in input use efficiency, increases in resistance to erosion and runoff, and the wider use of buffer zones (107)." Alternative soil, water, and farmscape management strategies have the potential to reduce the need for and environmental impact of insecticides, but an integrated systems approach places greater demands on Extension practice and grower learning.
California uses about 25% of the nation's pesticides (Aspelin & Grube, 1999; California Department of Pesticide Regulation, 1999), so the FQPA posed a particularly serious threat to agricultural production here. In the immediate aftermath of its passage, federal, state, and private foundation dollars funded agro-environmental partnerships in California, defined as: a multi-year collaboration between scientists, growers, and a growers' organization to research and implement innovative, field-scale, agroecologically informed practices. These funding agencies created semi-privatized Extension projects to develop and extend alternative, integrated farming system practices.
Grower organizations (whether local, informal networks of growers, or statewide commodity boards) have had an active interest in Extension practice for decades, but the threat of OP loss stimulated many of them to become more active partners with Cooperative Extension to develop and promote alternatives to conventional pesticides. Over the past 15 years, 32 partnerships have emerged to develop alternative practices in 16 California commodities, engaging over 500 growers and 92 University of California scientists, Extension specialists, and farm advisors (Warner, 2006a).
Agro-environmental partnerships do not seek to eliminate agrochemical use, but rather to rationalize it according to ecological principles and help growers gain confidence in OP alternatives. Participating growers avoid ecologically disruptive pesticides to prevent pollution by using pheromone-based mating disruption; novel, narrow-spectrum insecticides; and biological control strategies to the extent economically possible. Farm advisors deploy some traditional Extension practices, such as field days and newsletters, but place additional emphasis on co-learning models, fostering social networks of innovation to do research on and exchange information about ecologically based alternative pest management strategies. Farm advisors educate growers about the rapidly developing regulatory requirements associated with pesticides and facilitate field-derived knowledge exchange about agroecological pest management techniques among growers and consultants (Table 1).
More important than individual alternative pest management techniques is the emphasis partnerships place on alternative decision-making rules. Partnerships engage growers and consultants in learning more about the ecological relationships in farming systems, how to integrate the components of their farming system (e.g., how irrigation management can influence pest pressure), and how to make decisions according to environmental as well as economic criteria. This strategy requires greater participation by growers and their consultants in the educational activities of Extension than is common with the transfer-of-technology model (Warner, 2006b).
link for more....
Read More......
October 2006
Introduction
The 1996 Food Quality Protection Act (FQPA) brought the most dramatic changes to pesticide regulation since the creation of the US Environmental Protection Agency (USEPA), including the cancellation or partial ban of several economically important organophosphate (OP) insecticides (Van Steenwyk & Zalom, 2005). Numerous alternative pest management strategies have been advanced by researchers, some new and some pre-dating the invention of OPs. Pheromone mating disruption, novel and narrow-spectrum insecticides, and biological control (in its various forms) have been demonstrated for many crops (Grafton-Cardwell, Godfrey, Chaney, & Bentley, 2005; Mills & Daane, 2005; Welter et al., 2005).
In theory, the elimination of OP pesticides should not economically disrupt agriculture (Metcalfe et al., 2002), but these alternatives challenge conventional transfer-of-technology Extension pedagogies. Whereas OP insecticides are remarkably simple to use, alternative pest management strategies are more complicated and rely more heavily on expert, ecologically based knowledge. Inserting system-oriented, ecologically based practices into conventional transfer-of-technology Extension programs has a poor record of user adoption (Röling & Wagemakers, 1998)......
In this article, we situate these alternative pest management strategies within the context of the extension of integrated farming systems while specifically analyzing Extension activities of agro-environmental partnerships in California. We argue that their organizational structure, which facilitates greater participation, has been key to their success. The shift from a "transfer of technology" model to one that includes more co-learning, facilitation, and emphasis on decision-making making can help all Extension stakeholders and improve Extension's service delivery.
This article draws from a major study of California's agro-environmental partnerships, based on 3 years of field work interviewing over 230 growers, consultants, Extensionists, scientists, regulators, and grower organization staff (Warner 2004), to highlight implications for University of California (UC) Extension practices as California agriculture moves "beyond organophosphates" (Van Steenwyk & Zalom, 2005).
Agricultural Pollution and Agro-Environmental Partnerships
Agriculture is the greatest source of non-point water pollution in the U.S. (U.S. Geological Survey, 1999), and it is under significant political pressure to address this problem, especially in highly urbanized states like California. In response, Extensionists are paying increased attention to helping growers reduce the environmental impacts of agricultural production.
In 1993, the National Research Council's Soil and Water Quality: An Agenda for Agriculture recommended that integrated farming system plans should become the basis of federal, state, and local soil and water quality programs. It argued that in "systems-level approaches to analyzing agricultural production systems . . . inherent links exist among soil quality conservation, improvements in input use efficiency, increases in resistance to erosion and runoff, and the wider use of buffer zones (107)." Alternative soil, water, and farmscape management strategies have the potential to reduce the need for and environmental impact of insecticides, but an integrated systems approach places greater demands on Extension practice and grower learning.
California uses about 25% of the nation's pesticides (Aspelin & Grube, 1999; California Department of Pesticide Regulation, 1999), so the FQPA posed a particularly serious threat to agricultural production here. In the immediate aftermath of its passage, federal, state, and private foundation dollars funded agro-environmental partnerships in California, defined as: a multi-year collaboration between scientists, growers, and a growers' organization to research and implement innovative, field-scale, agroecologically informed practices. These funding agencies created semi-privatized Extension projects to develop and extend alternative, integrated farming system practices.
Grower organizations (whether local, informal networks of growers, or statewide commodity boards) have had an active interest in Extension practice for decades, but the threat of OP loss stimulated many of them to become more active partners with Cooperative Extension to develop and promote alternatives to conventional pesticides. Over the past 15 years, 32 partnerships have emerged to develop alternative practices in 16 California commodities, engaging over 500 growers and 92 University of California scientists, Extension specialists, and farm advisors (Warner, 2006a).
Agro-environmental partnerships do not seek to eliminate agrochemical use, but rather to rationalize it according to ecological principles and help growers gain confidence in OP alternatives. Participating growers avoid ecologically disruptive pesticides to prevent pollution by using pheromone-based mating disruption; novel, narrow-spectrum insecticides; and biological control strategies to the extent economically possible. Farm advisors deploy some traditional Extension practices, such as field days and newsletters, but place additional emphasis on co-learning models, fostering social networks of innovation to do research on and exchange information about ecologically based alternative pest management strategies. Farm advisors educate growers about the rapidly developing regulatory requirements associated with pesticides and facilitate field-derived knowledge exchange about agroecological pest management techniques among growers and consultants (Table 1).
More important than individual alternative pest management techniques is the emphasis partnerships place on alternative decision-making rules. Partnerships engage growers and consultants in learning more about the ecological relationships in farming systems, how to integrate the components of their farming system (e.g., how irrigation management can influence pest pressure), and how to make decisions according to environmental as well as economic criteria. This strategy requires greater participation by growers and their consultants in the educational activities of Extension than is common with the transfer-of-technology model (Warner, 2006b).
link for more....
Read More......
Indonesia Go Organik pada 2014
Minggu, 26 Juli 2009 06:10 WIB
Metrotvnews.com, Pamanukan: Menteri Pertanian, Anton Apriantono memastikan pada 2014, Indonesia akan go organik. Untuk menuju go organik, telah disiapkan 42 pabrik yang siap menghasilkan pupuk organik sebesar 1,05 ton pupuk per tahun.
Pernyataan ini diungkapkan Anton usai meresmikan pabrik pupuk di Pamanukan, Jawa Barat, Sabtu (25/7). Anton menegaskan secara intensif, Departemen Pertanian bakal mengembangkan industri pupuk organik berbasis teknologi guna memenuhi kebutuhan di Tanah Air.
Anton juga menegaskan Indonesia akan siap menghasilkan pupuk hingga sesuai dengan kebutuhan petani. Alhasil di 2014, Indonesia tidak lagi mengalami kelangkaan pupuk.(RAS) Read More......
Metrotvnews.com, Pamanukan: Menteri Pertanian, Anton Apriantono memastikan pada 2014, Indonesia akan go organik. Untuk menuju go organik, telah disiapkan 42 pabrik yang siap menghasilkan pupuk organik sebesar 1,05 ton pupuk per tahun.
Pernyataan ini diungkapkan Anton usai meresmikan pabrik pupuk di Pamanukan, Jawa Barat, Sabtu (25/7). Anton menegaskan secara intensif, Departemen Pertanian bakal mengembangkan industri pupuk organik berbasis teknologi guna memenuhi kebutuhan di Tanah Air.
Anton juga menegaskan Indonesia akan siap menghasilkan pupuk hingga sesuai dengan kebutuhan petani. Alhasil di 2014, Indonesia tidak lagi mengalami kelangkaan pupuk.(RAS) Read More......
Minggu, 20 September 2009
Apakah PLTSa Metode Terbaik
dari : http://www.pksbandung.org
Bertempat di hotel Santika, Sabtu (12/5), berlangsung seminar dan lokakarya pengelolaan sampah. Kegiatan yang digelar bidang ekuintek DPD PKS Kota Bandung dalam rangkaian Milad PKS ke-9 ini, berusaha mencari solusi tentang permasalahan sampah di Kota Bandung.
Perwakilan LSM, Ormas, Akademisi, mahasiswa, pers dan para praktisi berkumpul untuk mendiskusikan masalah sampah di Kota Bandung. Hadir sebagai pembicara, Drs. Husni Muttaqien Ketua DPRD Kota Bandung, Prof. Dr. Mubiyar Purwasasmita Direktur DPKLTS, Dr. Asep Warlan, SH., MH. Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Dr. Taufikurahman Staf Pengajar Fakultas SITH ITB, perwakilan dari PD Kebersihan Kota Bandung dan Kepala Dinas BPLHD Kota Bandung. Sebagai moderator seminar sehari tersebut adalah Dr. Setiadi Yazid Ketua Bidang Ekuintek DPD PKS Kota Bandung dan Haru Suandharu, S.Si., M.Si. Ketua DPD PKS Kota Bandung
Legalitas pengelolaan sampah
.....
Ketua DPRD kota Bandung, Drs. Husni Muttaqien mengatakan, payung hukum pengelolaan sampah sangat terkait dengan Perda K-3. Namun kendala yang dihadapi di lapangan adalah masalah implementasi dari pelaksanaan Perda itu sendiri. Pemerintah wajib melakukan standarisasi pelayanan minimal bagi pengelolaan sampah kota. Standar ini diantaranya adalah sederhana, kongkrit, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prinsip pengelolaan sampah yang harus dilakukan pemerintah kota meliputi empat faktor. Pertama temukan metode terbaik, kedua legalitas, evaluasi perda, ketiga pembiayaan APBD dan sharing pihak ketiga dan keempat adalah implementasi pendidikan paradigma masyarakat tentang pengelolaan sampah.
Rekomendasi bahasan lokakarya adalah sebagai berikut. Pertama, apakah PLTSa adalah metode terbaik? Kedua, mendorong terwujudnya standar pelayanan minimal dan ketiga siapa yang melaksanakannya?
Proyek Bioteknologi lebih besar
Prof. Dr Mubiar Purwasasmita, Direktur DPKLTS mengatakan pengelolaan sampah berbasis lingkungan adalah solusi yang paripurna. Metode terbaik saja tidak cukup, perlu ada proses pembudayaan dalam masyarakat. Teknologi untuk mengolah sampah yang ramah lingkungan sudah tersedia di Indonesia. Salah satunya dengan manajemen sampah sehingga dapat dipergunakan kembali di bidang-bidang lain.
Terutama digunakan untuk bahan pupuk kompos, yang sangat berguna bagi kesuburan tanah. Penanganan sampah untuk kompos dapat dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga.
Pecinta lingkungan terkadang dikalahkan oleh kepentingan proyek, yang sejatinya proyek terbesar adalah memperkuat bio bisnis. Jadi seharusnya proyek-proyek pertanian berbasis bioteknologi menjadi prioritas.
Ramah lingkungan
Terdapat banyak potensi dari sampah yang seandainya metode yang dipakai benar. Salah satu metode menanggulangi sampah adalah combustion atau pembakaran, potensi-potensi itu akan hilang menjadi panas, sedangkan kita tahu bahwa panas adalah proses pembuangan atau inefisiensi energi.
Penanganan sebaiknya dimulai dari rumah dengan dijadikan kompos.Aktvitas recycling sampah plastik melibatkan banyak pihak dan memiliki nilai ekonomi yang sangat besar dan belum terdata. Jika plastik ini dibakar, maka selain kita kehilangan nilai ekonomis yang tinggi, juga berpotensi tinggi untuk mencemari lingkungan dengan zat-zat yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan, misalnya Dioxine, zat yang berpotensi memicu kanker.
Rekomendasinya adalah agar bagaimana sampah yang ada di masyarakat dapat digunakan kembali untuk mengembalikan kondisi tanah yang saat ini sudah tidak subur lagi.
PLTSa adalah suatu tahap untuk mempercepat aliran energi, sedangkan dengan komposting adalah membantu siklus ekosistem yang lebih baik. Kebudayaan masyarakat harus diarahkan menjadikan sampah menjadi energi yang lebih baik. Dengan perbaikan ekosistem yang dilakukan akan lebih menguntungkan untuk jangka panjang, kata Dr. Taufikurahman Staf Pengajar Fakultas SITH ITB
Tidak perlu referendum
Dalam UUD pasal 28, rakyat diberi hak untuk mendapat lingkungan yang sehat. Accountability dan Responsibility. Sampah adalah tanggung jawab pemerintah bukan masyarakat. Pendekatan intersektor, diatur pada setiap level dengan prioritas masing-masing.
Berikan insentif kepada masyarakat yang berperan dalam pengelolaan dan pengurangan produksi sampah. Lakukan pendekatan yang berbasis keilmuan. Daerah harus dapat membangun kelembagaan masyarakat yang memperhatikan penekanan produsksi sampah yang tidak ramah lingkungan seperti plastik dan sejenisnya..
Memberikan rekomendasi untuk membuat crash programme, nyatakan Bandung dalam keadaan darurat sampah, dalam jangka menengah perlu ada pembuatan Raperda sampah.
Referendum adalah kekuatan yang amat dasyat bahkan dapat diseterakan dengan revolusi, apakah referendum layak untuk sampah? Tanyakan saja ke para ahlinya, dengan metode lainnya public hearing dan sejenisnya. Menyayangkan sampai muncul wacana referendum untuk masalah sampah.
Sangat mungkin melakukan class action atau leggal standing masalah pengelolaan sampah atau yang paling ringan adalah uji publik. Tapi di Indonesia biasanya uji publik hanya digunakan untuk seremonial saja. Ujung-ujungnya adalah penyelenggara pemerintahan pemegang kendali, kata Dr. Asep Warlan, SH., MH.
Direktur utama PD Kebersihan Kota Bandung yang diundang menjadi salah satu pembicara tidak bisa datang, akhirnya diwakili salah satu staf dari PD. Kebersihan Kota Bandung. aw Read More......
Bertempat di hotel Santika, Sabtu (12/5), berlangsung seminar dan lokakarya pengelolaan sampah. Kegiatan yang digelar bidang ekuintek DPD PKS Kota Bandung dalam rangkaian Milad PKS ke-9 ini, berusaha mencari solusi tentang permasalahan sampah di Kota Bandung.
Perwakilan LSM, Ormas, Akademisi, mahasiswa, pers dan para praktisi berkumpul untuk mendiskusikan masalah sampah di Kota Bandung. Hadir sebagai pembicara, Drs. Husni Muttaqien Ketua DPRD Kota Bandung, Prof. Dr. Mubiyar Purwasasmita Direktur DPKLTS, Dr. Asep Warlan, SH., MH. Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Dr. Taufikurahman Staf Pengajar Fakultas SITH ITB, perwakilan dari PD Kebersihan Kota Bandung dan Kepala Dinas BPLHD Kota Bandung. Sebagai moderator seminar sehari tersebut adalah Dr. Setiadi Yazid Ketua Bidang Ekuintek DPD PKS Kota Bandung dan Haru Suandharu, S.Si., M.Si. Ketua DPD PKS Kota Bandung
Legalitas pengelolaan sampah
.....
Ketua DPRD kota Bandung, Drs. Husni Muttaqien mengatakan, payung hukum pengelolaan sampah sangat terkait dengan Perda K-3. Namun kendala yang dihadapi di lapangan adalah masalah implementasi dari pelaksanaan Perda itu sendiri. Pemerintah wajib melakukan standarisasi pelayanan minimal bagi pengelolaan sampah kota. Standar ini diantaranya adalah sederhana, kongkrit, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prinsip pengelolaan sampah yang harus dilakukan pemerintah kota meliputi empat faktor. Pertama temukan metode terbaik, kedua legalitas, evaluasi perda, ketiga pembiayaan APBD dan sharing pihak ketiga dan keempat adalah implementasi pendidikan paradigma masyarakat tentang pengelolaan sampah.
Rekomendasi bahasan lokakarya adalah sebagai berikut. Pertama, apakah PLTSa adalah metode terbaik? Kedua, mendorong terwujudnya standar pelayanan minimal dan ketiga siapa yang melaksanakannya?
Proyek Bioteknologi lebih besar
Prof. Dr Mubiar Purwasasmita, Direktur DPKLTS mengatakan pengelolaan sampah berbasis lingkungan adalah solusi yang paripurna. Metode terbaik saja tidak cukup, perlu ada proses pembudayaan dalam masyarakat. Teknologi untuk mengolah sampah yang ramah lingkungan sudah tersedia di Indonesia. Salah satunya dengan manajemen sampah sehingga dapat dipergunakan kembali di bidang-bidang lain.
Terutama digunakan untuk bahan pupuk kompos, yang sangat berguna bagi kesuburan tanah. Penanganan sampah untuk kompos dapat dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga.
Pecinta lingkungan terkadang dikalahkan oleh kepentingan proyek, yang sejatinya proyek terbesar adalah memperkuat bio bisnis. Jadi seharusnya proyek-proyek pertanian berbasis bioteknologi menjadi prioritas.
Ramah lingkungan
Terdapat banyak potensi dari sampah yang seandainya metode yang dipakai benar. Salah satu metode menanggulangi sampah adalah combustion atau pembakaran, potensi-potensi itu akan hilang menjadi panas, sedangkan kita tahu bahwa panas adalah proses pembuangan atau inefisiensi energi.
Penanganan sebaiknya dimulai dari rumah dengan dijadikan kompos.Aktvitas recycling sampah plastik melibatkan banyak pihak dan memiliki nilai ekonomi yang sangat besar dan belum terdata. Jika plastik ini dibakar, maka selain kita kehilangan nilai ekonomis yang tinggi, juga berpotensi tinggi untuk mencemari lingkungan dengan zat-zat yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan, misalnya Dioxine, zat yang berpotensi memicu kanker.
Rekomendasinya adalah agar bagaimana sampah yang ada di masyarakat dapat digunakan kembali untuk mengembalikan kondisi tanah yang saat ini sudah tidak subur lagi.
PLTSa adalah suatu tahap untuk mempercepat aliran energi, sedangkan dengan komposting adalah membantu siklus ekosistem yang lebih baik. Kebudayaan masyarakat harus diarahkan menjadikan sampah menjadi energi yang lebih baik. Dengan perbaikan ekosistem yang dilakukan akan lebih menguntungkan untuk jangka panjang, kata Dr. Taufikurahman Staf Pengajar Fakultas SITH ITB
Tidak perlu referendum
Dalam UUD pasal 28, rakyat diberi hak untuk mendapat lingkungan yang sehat. Accountability dan Responsibility. Sampah adalah tanggung jawab pemerintah bukan masyarakat. Pendekatan intersektor, diatur pada setiap level dengan prioritas masing-masing.
Berikan insentif kepada masyarakat yang berperan dalam pengelolaan dan pengurangan produksi sampah. Lakukan pendekatan yang berbasis keilmuan. Daerah harus dapat membangun kelembagaan masyarakat yang memperhatikan penekanan produsksi sampah yang tidak ramah lingkungan seperti plastik dan sejenisnya..
Memberikan rekomendasi untuk membuat crash programme, nyatakan Bandung dalam keadaan darurat sampah, dalam jangka menengah perlu ada pembuatan Raperda sampah.
Referendum adalah kekuatan yang amat dasyat bahkan dapat diseterakan dengan revolusi, apakah referendum layak untuk sampah? Tanyakan saja ke para ahlinya, dengan metode lainnya public hearing dan sejenisnya. Menyayangkan sampai muncul wacana referendum untuk masalah sampah.
Sangat mungkin melakukan class action atau leggal standing masalah pengelolaan sampah atau yang paling ringan adalah uji publik. Tapi di Indonesia biasanya uji publik hanya digunakan untuk seremonial saja. Ujung-ujungnya adalah penyelenggara pemerintahan pemegang kendali, kata Dr. Asep Warlan, SH., MH.
Direktur utama PD Kebersihan Kota Bandung yang diundang menjadi salah satu pembicara tidak bisa datang, akhirnya diwakili salah satu staf dari PD. Kebersihan Kota Bandung. aw Read More......
DPKLTS Pesimis Terhadap Perda Tentang Persampahan
Pikiran Rakyat
Kamis, 18 Juni 2009 , 13:39:00
BANDUNG, (PRLM).-Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) pesimis terhadap rancangan perda Jabar tentang persampahan. Dewan Pakar DPKLTS, Sobirin Supardiono, menyatakan, raperda yang akan dijadikan perda itu hanya akan menjadi 'macan kertas'.
Sobirin menjelaskan, saat ini sekitar 90 persen warga Jabar dikategorikan belum peduli terhadap persampahan. bahkan pemerintahnya pun belum serius mengatasi persoalan sampah......
Menurut dia, pengelolaan sampah tidak terlepas dari tiga faktor, yaitu political will, pendidikan, serta budaya. Untuk persoalan political will, kata Sobirin, pemerintah daerah dalam menunjukkannya untuk mengatasi persoalan sampah secara komperehensif.
Demikian pula di bidang pendidikan, tidak ada satu pun mata pelajaran tentang cara pengelolaan sampah di sekolah-sekolah. Sobirin mengatakan, masyarakat pun sudah terbiasa tidak dibebani dengan urusan sampah, karena mereka merasa sudah membayar retribusi.
"Idealnya pengelolaan sampah diawali dari produsennya. Proses pemilahan sampah yang sudah tertumpuk akan memakan biaya tinggi. Sekali ngangkut sampah dari TPS ke TPA bisa menghabiskan Rp 500 ribu per truk,'' ujar Sobirin, Kamis (18/6).
Menurutnya, rencana diberlakukannya perda tentang persampahan sangat bagus. Namun, berdasarkan pengalaman, payung hukum yang berkaitan dengan lingkungan hanya akan menjadi 'macan kertas' yang ompong.
Saat implementasi di lapangan, menurut Sobirin, biasanya terbentur ego sektoral dari masing-masing kota dan kabupaten. Kota dan kabupaten pun, menurut dia, kerap mengabaikan payung hukum yang digulirkan Pemprov. (A-132/kur)***
Read More......
Kamis, 18 Juni 2009 , 13:39:00
BANDUNG, (PRLM).-Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) pesimis terhadap rancangan perda Jabar tentang persampahan. Dewan Pakar DPKLTS, Sobirin Supardiono, menyatakan, raperda yang akan dijadikan perda itu hanya akan menjadi 'macan kertas'.
Sobirin menjelaskan, saat ini sekitar 90 persen warga Jabar dikategorikan belum peduli terhadap persampahan. bahkan pemerintahnya pun belum serius mengatasi persoalan sampah......
Menurut dia, pengelolaan sampah tidak terlepas dari tiga faktor, yaitu political will, pendidikan, serta budaya. Untuk persoalan political will, kata Sobirin, pemerintah daerah dalam menunjukkannya untuk mengatasi persoalan sampah secara komperehensif.
Demikian pula di bidang pendidikan, tidak ada satu pun mata pelajaran tentang cara pengelolaan sampah di sekolah-sekolah. Sobirin mengatakan, masyarakat pun sudah terbiasa tidak dibebani dengan urusan sampah, karena mereka merasa sudah membayar retribusi.
"Idealnya pengelolaan sampah diawali dari produsennya. Proses pemilahan sampah yang sudah tertumpuk akan memakan biaya tinggi. Sekali ngangkut sampah dari TPS ke TPA bisa menghabiskan Rp 500 ribu per truk,'' ujar Sobirin, Kamis (18/6).
Menurutnya, rencana diberlakukannya perda tentang persampahan sangat bagus. Namun, berdasarkan pengalaman, payung hukum yang berkaitan dengan lingkungan hanya akan menjadi 'macan kertas' yang ompong.
Saat implementasi di lapangan, menurut Sobirin, biasanya terbentur ego sektoral dari masing-masing kota dan kabupaten. Kota dan kabupaten pun, menurut dia, kerap mengabaikan payung hukum yang digulirkan Pemprov. (A-132/kur)***
Read More......
Jumat, 28 Agustus 2009
Separuh Peserta Tak Lulus Ujian Uji Amdal untuk Tingkatkan Kualitas Lingkungan
Senin, 24 Agustus 2009 | 04:07 WIB
Jakarta, Kompas - Lebih dari separuh peserta uji kompetensi penyusun dokumen analisis mengenai dampak lingkungan dinyatakan gagal. Uji kompetensi pertama kali dilakukan akhir Juli 2009 dan hanya meloloskan 19 dari 43 peserta.
”Sebagai awal tidak apa-apa, mudah-mudahan ke depan lebih baik hasilnya,” kata Deputi VII Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas Sudariyono ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (23/8).
Banyaknya peserta yang gagal, lanjutnya, tidak akan diikuti perubahan materi uji kompetensi. Kalaupun ada evaluasi, bukan ditujukan untuk memudahkan kelulusan.
”Kompetensi penyusun amdal yang jadi tujuan sehingga standar tidak akan diturunkan,” katanya. Dengan kata lain, penyusun yang mesti mengikuti standar, bukan sebaliknya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Umum Lembaga Sertifikasi Kompetensi-Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (LSK-Intakindo) Yayat T Soemitra, yang merupakan pelaksana uji kompetensi, mengatakan, sebagian peserta yang gagal diizinkan mengikuti uji kompetensi tahap berikutnya. Namun, ada sebagian yang tidak diizinkan mengulang. ”Ada ketentuan yang membuat sebagian tidak boleh mengulang lagi,” kata dia.....
Ketentuan itu terkait dengan skor nilai ujian, berupa tes teori tertulis dan wawancara. Sebanyak 18 penilai uji kompetensi yang direkrut dari ratusan pelamar memberikan penilaian tersebut.
Hadapi persaingan
Uji kompetensi penyusun dokumen amdal tersebut merupakan kebijakan baru sejak amdal dikenalkan pertama kali di Indonesia pada 20 tahun silam.
”Kompetensi mutlak diperlukan, selain demi kualitas lingkungan yang terjaga, juga karena banyak konsultan asing yang masuk dan boleh praktik di Indonesia,” kata Deputi I Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Hermien Roosita.
Banyaknya peserta yang gagal diharapkan tidak menurunkan semangat para penyusun dokumen amdal yang lain. Sebaliknya, hal itu memompa semangat menuju profesionalitas.
Diakui Hermien, kualitas dokumen amdal selama ini belum baik. Tak sedikit di antaranya yang disusun tidak serius dan hanya menyalin dokumen amdal dari tempat lain.
Akibatnya, kualitas lingkungan terus merosot sekalipun banyak proyek atau kegiatan yang memiliki dokumen amdal. ”Kami sadar akan hal itu dan perlu memperbaiki diri,” kata dia.
Kebijakan Kementerian Negara Lingkungan Hidup adalah setiap lembaga konsultan penyusun amdal di daerah nantinya minimal terdiri atas satu ketua dan dua anggota dengan sertifikat kompetensi penyusun.
Menurut Sudariyono, uji kompetensi tersebut sudah disosialisasikan kepada pemerintah daerah, swasta, dan para konsultan, yaitu bahwa saat ini ada standar yang harus dipatuhi. (GSA) Read More......
Kamis, 20 Agustus 2009
KUNJUNGAN WARGA KOTA CIMAHI
DALAM RANGKA PEMBINAAN WAWASAN PENGELOLAAN TPA (KONSEP 3R DAN KOMPOSTING), DINAS PENYEHATAN LINGKUNGAN DAN KEBERSIHAN PEMERINTAH KOTA CIMAHI DAN MASYARAKAT PENGELOLA SAMPAH CIMAHI, BERKUNJUNG KE GRIYA CEMPAKA ARUM UNTUK BERBAGI PENGALAMAN DENGAN FOKAL .
Beberapa hari lalu perwakilan PemKot Cimahi dari Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan melakukan survei untuk kemudian membawa masyarakat nya mempelajari dan membandingkan pengelolaan sampah di beberapa tempat. Sebelum ke GCA rombongan yang terdiri dari empat mobil van dan satu buah bus besar ini berkunjung ke pengelolaan sampah di Unpad Jatinangor.
Tidak kurang dari 100 orang partisipan berdialog dan bertukar pengalam serta pemikiran dengan kader Fokal. Masjid Siti Aisyah pertemuan dimulai. Ibu Dwi Retnastuti sebagai Ketua Fokal memberikan pemaparan mengenai sejarah dan awal mula kegiatan fokal. Bukan tanpa perjuangan dan kerja keras, semua memerlukan pengorbanan ; baik material maupun imaterial.....
Di awali dengan dua orang ibu (ibu sonya dan ibu rena), kemudian dibentuklah fokal yang mayorita anggotanya ibu-ibu dengan sedikit sekali kaum bapak nya. Sampai dengan hari ini Fokal tetap eksis dalam pengelolaan sampah.
Konsolidasi dengan pemerintah dan LSM terkait, sosialisasi dengan masyarakat lokal sampai luar pulau pun dilakukan. Hasilnya dukungan serta support lainya diraih, meskipun masih banyak aral yang merintang Fokal berniat dan bertekad tetap eksis dalam management persampahan ; mulai dari pengelolaan sampai dengan pengolahan.
Berbagai kunjungan dari berbagai element masyarakat dan Pemerintah adalah salah satu bukti nyata kinerja dan tekad fokal dalam upaya pengentasan permasalahan persampahan Kota dan di manapun juga.
Dengan tanpa diiringi rasa tinggi hati, yang semoga tidak pernah mendekati, Fokal berharap kesadaran masyarakat dan elemennya serta dukungan penuh pemerintah akan dapat merubah pola-pola penanganan sampah menuju kepada pengelolaan sampah yang lebih baik, yaitu :”Pengelolaan sampah berbasis masyarakat”. Read More......
LEBIH BERNILAI SETELAH DIOLAH
DIKUTIP DARI HARIAN LOKAL TRIBUN JABAR RABU 19 AGUSTUS 2009
KELOLA SAMPAH
KUNJUNGI FOKAL – Pelajar SMA Muthahari Bandung berkunjung ke tempat pengelolaan sampah milik FOKAL di Griya Cempaka Arum beberapa waktu lalu.
JIKA tidak dikelola dengan benar, sampah kerap kali menjadi masalah. Bau busuk, udara yang tercemar, membuat kita tidak tahan berlama-lama di dekat sampah. Masalah lingkungan dan masalah lainnya kadang muncul akibat pengelolaan sampah yang salah.....
Namun ditangan orang yang kreatif , siklus hidup barang bisa menjadi lebih panjang. Barang yang sudah dianggap bisa diubah menjadi sebuah produk dengan diolah menjadi b arang yang mempunyai nilai tambah, menarik dan dapat dipakai lagi.
Warga Griya Cempaka Arum melalui wadah Forum Kader Lingkungan (FOKAL) sukses mengelola sampah menjadi barang yang lebih berguna.
“Sebelum diolah kita pisahkan antara sampah organik dan sampah non-organik. Untuk sampah non-organik masih bisa kita buat beberapa kerajinan seperti tas dari kantong plastik bekas kopi, atau barang lain dengan desain menarik. Sementara sampah organik kita olah menjadi kompos,” kata Afifi Rahmat, pengurus Fokal yang mendampingi pelajar di tempat pengelolaan sampah organik.
Sekitar dua ratus pelajar SMA Plus Muthahari Bandung berkunjung ke tempat pengelolaan sampah fokal beberapa waktu lalu. Mereka melakukan studi Lingkungan Sosial ke pengelolaan sampah.
“Selain di ruangan sekolah, kita bekali siswa dengan pelajaran lain, seperti kemasyarakatan yang berkaitan dengan pengelolaan sampahini,” kata Sukardi, pembimbing di Yayasan Muthahari.
Menurut Afif, pada kunjungan ini pelajar diberikan wawasan tentang pengelolaan dan pengolahan sampah.
Di Fokal, sampah dikembangkan membuat kompos dengan nama tekhnik takakura atau membuat kompos dengan sistem keranjang kompos. Antara biang bakteri yang dicampurkan dengan sampahnya yaitu satu banding satu. (muhammad barir) Read More......
KELOLA SAMPAH
KUNJUNGI FOKAL – Pelajar SMA Muthahari Bandung berkunjung ke tempat pengelolaan sampah milik FOKAL di Griya Cempaka Arum beberapa waktu lalu.
JIKA tidak dikelola dengan benar, sampah kerap kali menjadi masalah. Bau busuk, udara yang tercemar, membuat kita tidak tahan berlama-lama di dekat sampah. Masalah lingkungan dan masalah lainnya kadang muncul akibat pengelolaan sampah yang salah.....
Namun ditangan orang yang kreatif , siklus hidup barang bisa menjadi lebih panjang. Barang yang sudah dianggap bisa diubah menjadi sebuah produk dengan diolah menjadi b arang yang mempunyai nilai tambah, menarik dan dapat dipakai lagi.
Warga Griya Cempaka Arum melalui wadah Forum Kader Lingkungan (FOKAL) sukses mengelola sampah menjadi barang yang lebih berguna.
“Sebelum diolah kita pisahkan antara sampah organik dan sampah non-organik. Untuk sampah non-organik masih bisa kita buat beberapa kerajinan seperti tas dari kantong plastik bekas kopi, atau barang lain dengan desain menarik. Sementara sampah organik kita olah menjadi kompos,” kata Afifi Rahmat, pengurus Fokal yang mendampingi pelajar di tempat pengelolaan sampah organik.
Sekitar dua ratus pelajar SMA Plus Muthahari Bandung berkunjung ke tempat pengelolaan sampah fokal beberapa waktu lalu. Mereka melakukan studi Lingkungan Sosial ke pengelolaan sampah.
“Selain di ruangan sekolah, kita bekali siswa dengan pelajaran lain, seperti kemasyarakatan yang berkaitan dengan pengelolaan sampahini,” kata Sukardi, pembimbing di Yayasan Muthahari.
Menurut Afif, pada kunjungan ini pelajar diberikan wawasan tentang pengelolaan dan pengolahan sampah.
Di Fokal, sampah dikembangkan membuat kompos dengan nama tekhnik takakura atau membuat kompos dengan sistem keranjang kompos. Antara biang bakteri yang dicampurkan dengan sampahnya yaitu satu banding satu. (muhammad barir) Read More......
Sabtu, 15 Agustus 2009
World Bank dan Pemkot Cimahi Mengunjungi Fokal
Lebih dari satu bulan blog ini tidak di up date, selain kegiatan fokal - masing-masing personal yang sudah berkeluarga semua disibukkan dengan kegiatan liburan sekolah anak-anak. Pertengahan july fokal memulai lagi kegiatan rutinnya berupa sosialisasi kepada warga untuk menuju pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Demikian halnya dengan kegiatan di TPS (tempat pembuangan sampah sementara) di GCA. Pemilahan sampah organik dan komposting juga menemui babak baru dimana sampah organik menumpuk menunggu untuk dikomposkan setelah beberapa waktu terabaikan.
Tidak sampai dua pekan panen kompos sudah dua kali dengan volume yang menakjubkan 16 karung ukuran 50 kg (-/+ 500kg). Satu tumpuk kompos seharusnya dipanen satu pekan lebih awal, karena liburan sekolah maka panen dirapel 2 pekan kemudian).
Sebuah perkembangan baru, kali ini di TPS GCA kedatangan rombongan tamu pelajar dari SMU MUTHAHARI. Pada tanggal 30 July 2009 para pelajar yang dimotory guru-guru di ajak untuk lebih perduli dan mau melihat langsung bagaimana sampah di proses di TPS GCA. 200 orang siswa dan guru-guru meramaikan suasana komplek perumahan Griya Cempaka Arum yang biasanya sepi pengunjung....
Setelah kunjungan para pelajar SMU pada tanggal 11 agustus 2009 kembali Fokal kedatangan seorang tamu yang berkelas International, berkebangsaan Inggris, konsultan dari sebuah lembaga Lingkungan GLOBAL ENVIRONMENT FACILITY. ROB CRAIG di dampingi oleh beberapa perwakilan pemerintah kota dan salah seorang pemerhati lingkungan dari Jakarta. Rob Craig mensurvei dan banyak bertanya ; dari mulai ide, tekhnis dan non tekhnis sampai kepada biaya operational sehari-hari, termaksud seberapa besar perhatian dan dukungan pemerintah. Lunayan takjub Mr.craig mengetahui semua aktivis fokal adalah full volunteer di sandarkan dengan kegiatan yang sudah mampu mereduksi sampah sangat signifikan, sosialisasi, dan mendisiplinkan petugas.
ROB CRAIG DARI WORD BANK DAN ROMBONGAN
Tak lama berselang rombongan Mr.Craig meninggalkan GCA disusul kedatangan 3 orang (1 orang bapak dan 2 orang ibu) petugas dari pemerintah kota Cimahi dari Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan (DPLK). Beliau-beliau ini sengaja diutus oleh pemerintah kota Cimahi untuk melakukan study perbandingan dengan kegitan di GCA. Rencananya tanggal 19 agustus 2009 yang akan datang akan membawa warga cimahi untuk sharing pengalaman dan bertukar ilmu serta pengalaman mengatasi persoalan persampahan kota.
dengan DPLK PEMKOT CIMAHI
Mudah-mudahan ini akan menjadi kebaikan bagi kita semua baik warga Bandung maupun Cimahi untuk menuju kepada perubahan radikal paradigma persampahan yang didukung oleh pemerintah kota baik lokal maupun interlokal. Ammin Read More......
Tidak sampai dua pekan panen kompos sudah dua kali dengan volume yang menakjubkan 16 karung ukuran 50 kg (-/+ 500kg). Satu tumpuk kompos seharusnya dipanen satu pekan lebih awal, karena liburan sekolah maka panen dirapel 2 pekan kemudian).
Sebuah perkembangan baru, kali ini di TPS GCA kedatangan rombongan tamu pelajar dari SMU MUTHAHARI. Pada tanggal 30 July 2009 para pelajar yang dimotory guru-guru di ajak untuk lebih perduli dan mau melihat langsung bagaimana sampah di proses di TPS GCA. 200 orang siswa dan guru-guru meramaikan suasana komplek perumahan Griya Cempaka Arum yang biasanya sepi pengunjung....
Setelah kunjungan para pelajar SMU pada tanggal 11 agustus 2009 kembali Fokal kedatangan seorang tamu yang berkelas International, berkebangsaan Inggris, konsultan dari sebuah lembaga Lingkungan GLOBAL ENVIRONMENT FACILITY. ROB CRAIG di dampingi oleh beberapa perwakilan pemerintah kota dan salah seorang pemerhati lingkungan dari Jakarta. Rob Craig mensurvei dan banyak bertanya ; dari mulai ide, tekhnis dan non tekhnis sampai kepada biaya operational sehari-hari, termaksud seberapa besar perhatian dan dukungan pemerintah. Lunayan takjub Mr.craig mengetahui semua aktivis fokal adalah full volunteer di sandarkan dengan kegiatan yang sudah mampu mereduksi sampah sangat signifikan, sosialisasi, dan mendisiplinkan petugas.
ROB CRAIG DARI WORD BANK DAN ROMBONGAN
Tak lama berselang rombongan Mr.Craig meninggalkan GCA disusul kedatangan 3 orang (1 orang bapak dan 2 orang ibu) petugas dari pemerintah kota Cimahi dari Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan (DPLK). Beliau-beliau ini sengaja diutus oleh pemerintah kota Cimahi untuk melakukan study perbandingan dengan kegitan di GCA. Rencananya tanggal 19 agustus 2009 yang akan datang akan membawa warga cimahi untuk sharing pengalaman dan bertukar ilmu serta pengalaman mengatasi persoalan persampahan kota.
dengan DPLK PEMKOT CIMAHI
Mudah-mudahan ini akan menjadi kebaikan bagi kita semua baik warga Bandung maupun Cimahi untuk menuju kepada perubahan radikal paradigma persampahan yang didukung oleh pemerintah kota baik lokal maupun interlokal. Ammin Read More......
Minggu, 31 Mei 2009
Fokal ber "Car Free DAY"
Email on mei 24, 2009 containing invitation from Forum Hijau about event ‘Pencanangan Balad Kuring’ the readyness carried out in Ir.H.Juanda street ( Dago) migrat to Diponegoro street. Some tekhnis matter where the permit doesn't gove from police department for event in Ir.H.Juanda street.
The event covered
Theme covered is “ Car Free Day” is carried out in same time at 26 town and sub-province of West Java with center of event in Bandung. BALADKURING is overall West Java society movement, co-ordinated, and emerge from awareness to create the healthy and clean environment on an ongoing basis. Participation is education workshop management of garbage, there are six zona with different theme able to be selected :...
a) 3R Organik Zona
b) 3R pappers Zona
c) 3R Plastic Zona
d) 3R Anorganic besides Plastic Zona ( glass, B3, metal)
e) participate of society Zona
f) Friendly Environment Consumer Zona
Next will be network discuss Forum and problems Sharing also opinion, organize by Forum Hijau every 2 week. The day is monday. In June will starting at monday 8, 2009, in Aston Hotel ( Braga). This Event is opened generically not necessarily for registration. Just Come.
Our expectation something has and will done are give positive affect and also contribution for problems solving of environment and garbage in our region. Ammin
Indonesia
Email tertanggal 24 mei 2009 berisi undangan dari Forum Hijau untuk acara Pencanangan Balad Kuring yang sedianya diselenggarakan di jalan Ir.H.Juanda (Dago) berpindah penyelenggaraan di Jalan Diponegoro. Ada hal tekhnis dimana pihak kepolisian tidak memberikan izin untuk penyelenggaraan di Jalan Ir.H.Juanda.
Tema Acara tersebut adalah “Car Free Day” yang diselenggarakan serentak di 26 kota dan kabupaten se Jawa Barat dengan pusat acara diselenggarakan di Kota Bandung. BALADKURING adalah suatu gerakan masyarakat Jawa Barat yang bersifat menyeluruh, terkoordinasi, dan muncul dari kesadaran untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat secara berkelanjutan. Partisipasi adalah workshop edukatif pengelolaan sampah, terdapat enam zona dengan tema berbeda yang dapat dipilih, yaitu :
a) Zona 3R Organik
b) Zona 3R Kertas
c) Zona 3R Plastik
d) Zona 3R Anorganik selain Plastik (kaca, B3, logam)
e) Zona Partisipasi Masyarakat
f) Zona Konsumen Ramah Lingkungan
kemudian hari akan diselenggarakan rangkaian Forum Diskusi dan Sharing pendapat serta permasalahan yang diselenggarakan oleh Forum Hijau setiap 2 pekan 1 kali, dihari senin. Bulan Juni ini dimulai pada senin tanggal 8 tahun 2009, acara diselenggarakan di Hotel Aston (Braga). Acara ini dibuka untuk umum tidak perlu registrasi, tinggal datang saja.
Harapan kami semoga apa-apa yang telah dan akan dilakukan berdampak positif serta mampu memberikan kontribusi yang besar bagi permasalahan lingkungan dan persampahan di wilayah kita. Ammin Read More......
Senin, 11 Mei 2009
Handling Sleeping decomposition Process
There is 2 organic garbage under process decomposition, each voleume a=0,5 m3 and b=9,2 m3. Fermentation use Open windrowed method using trilateral of air-hole part of under to air circulation.
Method are using box printer and trilateral of air put down in floor base. Then organic materials dumpted and compacted untill selected height ( 50-100cm). Last lift to the above of box printer.
Usually this model composter can yield the compost during 16 day with inversion every 3 day. But after 30 day with 7-8 times inversion the organical materials still wet and sour smell with only gyrating 40-45'c warm and unflatten. Only part of the near by the air-hole have high fairly warm enough....
Our analysis after day to 27, that this compost is too solid and less circulated of air, besides truely organic materials which are composting more pigswills and the kitchen garbage become our compost character.
handling
The better Compost in first 10 day shoul take temperature untill 60'c with dampness around 60%. To bring back become active again we do some trick, for example :
- Organical materials decomposed and swirled being flattening dumpnes and phorus.
- Added the air holes made using by the bamboo takes hole the bamboo patition and
sides.
- From the both of this compost we makes a few different treatment, a=0,5m3
compacted as usual and b=0,2m3 compacted not solid.
Trilateral aerob for draught is still utilized.
after 3 days result the a compost take good enough warm 60'c and flatten and compost b not too warm 50'c flattening, smoke is even also blowed up. Bold thereby what is going on is before all with our compost, that is : less air draught because of organic media are too solid and lack of draught. Read More......
Method are using box printer and trilateral of air put down in floor base. Then organic materials dumpted and compacted untill selected height ( 50-100cm). Last lift to the above of box printer.
Usually this model composter can yield the compost during 16 day with inversion every 3 day. But after 30 day with 7-8 times inversion the organical materials still wet and sour smell with only gyrating 40-45'c warm and unflatten. Only part of the near by the air-hole have high fairly warm enough....
Our analysis after day to 27, that this compost is too solid and less circulated of air, besides truely organic materials which are composting more pigswills and the kitchen garbage become our compost character.
handling
The better Compost in first 10 day shoul take temperature untill 60'c with dampness around 60%. To bring back become active again we do some trick, for example :
- Organical materials decomposed and swirled being flattening dumpnes and phorus.
- Added the air holes made using by the bamboo takes hole the bamboo patition and
sides.
- From the both of this compost we makes a few different treatment, a=0,5m3
compacted as usual and b=0,2m3 compacted not solid.
Trilateral aerob for draught is still utilized.
after 3 days result the a compost take good enough warm 60'c and flatten and compost b not too warm 50'c flattening, smoke is even also blowed up. Bold thereby what is going on is before all with our compost, that is : less air draught because of organic media are too solid and lack of draught. Read More......
Sabtu, 02 Mei 2009
Pencanangan Hari Lingkungan Hidup Kota Bandung
Balai kota Bandung tanggal 25 april 2009 pukul 7.00 pagi acara “Pencanangan Rangkaian Peringatan Hari Lingkungan Hidup seDunia Tahun 2009 dimulai. Rangkaian acara hari itu terdiri dari ; sepeda bebersih, launching Bandung Green and Clean oleh Bapak Wali kota Bandung, Lomba menggambar tingkat SD dan hiburan. Undangan disebar mengundang seluruh jajaran pejabat pemerintah dari Kepala dinas, direktur perusahaan daerah hingga camat dan lurah termaksud RW-RW. Tidak ketinggalan LSM-LSM lingkungan, para pakar lingkungan, aktivis dan praktisi lingkungan sampai kepada pelaku pertanian dan penyuluh pertanian.....
Acara yang sedianya dihadiri oleh Bapak Walikota didelegasikan kepada wakilnya Bapak Ayi V. Acara dibuka oleh ketua panitia, dilanjutkan dengan sambutan dari wakil wali kota kemudian Bapak Yosef dari unilever. Dari keseluruhan pembicara yang hadir menyampaikan beberapa hal yang pada prinsip memiliki kesamaan pandangan, yaitu : permasalahan lingkungan adalah tanggung jawab bersama oleh karena itu paradigma yang berkaitan dengan ide penanganan masalah lingkungan patut menjadi perhatian dan mutlak harus ada perubahan.
Acara ditandai dengan pelepasan burung yang dilakukan oleh Bapak Ayi dan Bapak Yosef serta para wakil delegasi yang hadir. Bapak Ayi V mengatakan akan mencanangkan 4500 warga perduli Lingkungan dan menginstruksikan kepada para Camat untuk mennyertakan RW-RW di wilayahnya dalam upaya yang berkaitan dengan acara hari itu. Karena ini adalah sebuah rangkaian acara maka tentunya masih ada kegiatan-kegiatan lain di hari-hari yang akan datang, yaitu : sebuah lomba perduli lingkungan yang mensyartkan beberapa kriteria untuk bisa memenangkan lomba tersebut, formulirnya dicantumkan di harian pikiran rakyat yang dibagi-bagikan di hari tersebut atau bisa di unduh di situs www.pikiran-rakyat.co.id
Dihari tersebut kecil-or berbincang dengan Bapak Rohaji (aktivis lingkungan) dan Bapak Cece H Iskandar (Dirut PD Kebersihan).
“Menyikapi statement dari para pembicara mengenai kesadaran publik akan lingkungan dan keperdulian akan keadaan. Jika sebagian masyarakat atau seluruh masyarakat sadar dan perduli bagaimana seharusnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain bersikap?”
Rohaji : Tentu saja kesadaran masyarakat yang berujung kepada keperduliannya kepada lingkungan akan menjadikan lingkungannya lebih baik, setidaknya ada progress ke arah yang lebih baik. Untuk pemerintah dampaknya lebih kongkret lagi, terutama mengenai masalah sampah, jika sampah berkurang maka cost akan berkurang. Untuk itu pemerintah sudah pasti untung.
Cece : Memang dari hari ke hari volume akhir buang sampah ke TPA signifikan pengurangannya, sudah mencapai angka puluhan truk per hari.
Rohaji : itu adalah bukti bahwa masyarakat Kota Bandung melakukan 3R, jika demikian jangan sampai masyarakat meninggalkan hal ini. Agar prestasi ini bisa terjaga dan diharapkan aka ada peningkatan, seharusnya masyarakat diberikan insentif dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Sebab kunci keberhasilan program ini ada di masyarakat, jika masyarakat sadar maka akan terjadi perubahan, oleh karena itu pola pikir masyarakat harus berubah.
Kesimpulan : Artinya masyarakat harus tahu dan sadar fakta buruk hari dan yang lalu, kemudian merasionalisasi fakta tersebut sehingga akan memunculkan metode perubahannya. Membuat masyarakat faham akan fakta buruk hari ini membutuhkan agen perubahan atau kader perubahan yang bersifat menyeluruh dan terjun langsung. Setidaknya hari ini sebagian masyarakat sudah melakukan perubahan hanya saja apa dilakukan masyarakat bersifat parsial dan unmetodik, jadi masyarakat membutuhkan perhatian dan arahan agar kegiatanya bisa berkesinambungan.
Perhatian dan arahan inilah yang menjadi tugas pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah memiliki power dan akses, LSM memiliki akses yang seharusnya di sharing ke masyarakat. Namun semua itu tidak akan berarti tanpa perhatian dan keikhlasan, serta kesungguhan. Read More......
Acara yang sedianya dihadiri oleh Bapak Walikota didelegasikan kepada wakilnya Bapak Ayi V. Acara dibuka oleh ketua panitia, dilanjutkan dengan sambutan dari wakil wali kota kemudian Bapak Yosef dari unilever. Dari keseluruhan pembicara yang hadir menyampaikan beberapa hal yang pada prinsip memiliki kesamaan pandangan, yaitu : permasalahan lingkungan adalah tanggung jawab bersama oleh karena itu paradigma yang berkaitan dengan ide penanganan masalah lingkungan patut menjadi perhatian dan mutlak harus ada perubahan.
Acara ditandai dengan pelepasan burung yang dilakukan oleh Bapak Ayi dan Bapak Yosef serta para wakil delegasi yang hadir. Bapak Ayi V mengatakan akan mencanangkan 4500 warga perduli Lingkungan dan menginstruksikan kepada para Camat untuk mennyertakan RW-RW di wilayahnya dalam upaya yang berkaitan dengan acara hari itu. Karena ini adalah sebuah rangkaian acara maka tentunya masih ada kegiatan-kegiatan lain di hari-hari yang akan datang, yaitu : sebuah lomba perduli lingkungan yang mensyartkan beberapa kriteria untuk bisa memenangkan lomba tersebut, formulirnya dicantumkan di harian pikiran rakyat yang dibagi-bagikan di hari tersebut atau bisa di unduh di situs www.pikiran-rakyat.co.id
Dihari tersebut kecil-or berbincang dengan Bapak Rohaji (aktivis lingkungan) dan Bapak Cece H Iskandar (Dirut PD Kebersihan).
“Menyikapi statement dari para pembicara mengenai kesadaran publik akan lingkungan dan keperdulian akan keadaan. Jika sebagian masyarakat atau seluruh masyarakat sadar dan perduli bagaimana seharusnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain bersikap?”
Rohaji : Tentu saja kesadaran masyarakat yang berujung kepada keperduliannya kepada lingkungan akan menjadikan lingkungannya lebih baik, setidaknya ada progress ke arah yang lebih baik. Untuk pemerintah dampaknya lebih kongkret lagi, terutama mengenai masalah sampah, jika sampah berkurang maka cost akan berkurang. Untuk itu pemerintah sudah pasti untung.
Cece : Memang dari hari ke hari volume akhir buang sampah ke TPA signifikan pengurangannya, sudah mencapai angka puluhan truk per hari.
Rohaji : itu adalah bukti bahwa masyarakat Kota Bandung melakukan 3R, jika demikian jangan sampai masyarakat meninggalkan hal ini. Agar prestasi ini bisa terjaga dan diharapkan aka ada peningkatan, seharusnya masyarakat diberikan insentif dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Sebab kunci keberhasilan program ini ada di masyarakat, jika masyarakat sadar maka akan terjadi perubahan, oleh karena itu pola pikir masyarakat harus berubah.
Kesimpulan : Artinya masyarakat harus tahu dan sadar fakta buruk hari dan yang lalu, kemudian merasionalisasi fakta tersebut sehingga akan memunculkan metode perubahannya. Membuat masyarakat faham akan fakta buruk hari ini membutuhkan agen perubahan atau kader perubahan yang bersifat menyeluruh dan terjun langsung. Setidaknya hari ini sebagian masyarakat sudah melakukan perubahan hanya saja apa dilakukan masyarakat bersifat parsial dan unmetodik, jadi masyarakat membutuhkan perhatian dan arahan agar kegiatanya bisa berkesinambungan.
Perhatian dan arahan inilah yang menjadi tugas pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemerintah memiliki power dan akses, LSM memiliki akses yang seharusnya di sharing ke masyarakat. Namun semua itu tidak akan berarti tanpa perhatian dan keikhlasan, serta kesungguhan. Read More......
Minggu, 26 April 2009
PROBLEMS AND ALTERNATIVE TECHNOLOGY MANAGEMENT OF GARBAGE TOWN IN INDONESIA
JURNAL SAINTS and Technological BPPT
AUTHOR : Prof. Dr. Enri Damanhuri Departemen Teknik Lingkungan - FTSP ITB
SOURCE : Prosiding Seminar Teknologi to Negeri 2003, Vol. I, matter. 394 - 400 /
HUMAS-BPPT/ANY
Background Problems
Handling of garbage specially in big towns in Indonesia is one of problems of the urban till now are challenge for organizer of town. Accretion of resident and improvement of fast such a activity in big towns, have resulted the increasing of garbages amount accompanied by his problems. Is predicted at most only around 60% -
oblems of garbage in his town, without having to give the attention proporsional to the medium.....
Especial activity destruction of garbage in TPA is with landfilling. Immeasurable technological storey;level landfilling, among its very often referred by sanitary landfill the virtualness in industrial state assumed simplest. For certain that the used in Indonesia is not landfilling which either due almost entire TPA in towns in Indonesia only applying what do was known as open-dumping, which frankly is improper conceived of a systematic way, and difficult at all also conceived of a technology form handling of garbage
conclusion
In this time management of garbage in towns in Indonesia usually are not takes important priority so much, many town problem to be handled. Duty of organizer of garbage are not becoming light in a period coming soon. If willingness, the effort and ability remain to be like in this time, hence problem of garbage will always arise. Efficacy of management of garbage is especially will depend on political willingness specially from organizer of town. This willingness is started from understanding and awareness for the importance of this sector as wrong of town infrastructure able to expressed efficacy in managing the town.
The next Basic matter is the importance of a consistent and overall policy in handling of garbage, so that instruct handling of garbage don't have the character of transient. In a kind of this case, hence role of private sector needed to reckon in handling of long-range garbage, including his participation in the effort recycle, processing and destruction of garbage.
Development of technology matching with the condition of Indonesia needed to embolden, specially the easy to adapt with condition sosio-economic of Indonesia society. Technological being based on role and also society seems require the priority, so that involvement they become more directional and meaning in handling garbage. But recognition of the technology is sophisticated relative, solid of capital, and recognized by could be annihilate the garbage like insinerator, up for studied also specialy for towns which have can. In Indonesia, systematic and comprehensive enough study concerning application insinerator for town Jakarta and also possibility of exploiting of his gumption frankly have been done in the early of year of 1980-an by BPPT. But unhappily this study is not acted in conducive scale, so that till now Indonesia not yet had the experience able to be used in election of this technology. Time has come this technological application study is re-emboldened, including study usage of technology insinerator modular such as is in this time applied in some towns in Indoensia, be like Jakarta, Bandung and Surabaya.
A little note from kecil-or
Is a fact that government are not care much with this situation specialy how to handle garbage in final exile. It is true that government also need participath and support from the society, so than the society waiting some action from the government, even some community are already handling well their garbage it’s resulting of reducing the volume of final exile.
Technology mostly like a knife, it could be usefull or kill us, it’s depend of how to handle the technology. Of course the frindliness technology we have to supporting that the one we are mostly familiar with this. We can allowed the technology that we are can not drive it savely or it is indicated to dangerous to the envirofment. We have to disallowed blind man drive our bus, or we disallowed the driver fly with the plane.
I hope this a little notes makes us growing and a wakes that not all technology allowed for us, more than anything else there are much others solution that without dangerous indication. Read More......
AUTHOR : Prof. Dr. Enri Damanhuri Departemen Teknik Lingkungan - FTSP ITB
SOURCE : Prosiding Seminar Teknologi to Negeri 2003, Vol. I, matter. 394 - 400 /
HUMAS-BPPT/ANY
Background Problems
Handling of garbage specially in big towns in Indonesia is one of problems of the urban till now are challenge for organizer of town. Accretion of resident and improvement of fast such a activity in big towns, have resulted the increasing of garbages amount accompanied by his problems. Is predicted at most only around 60% -
oblems of garbage in his town, without having to give the attention proporsional to the medium.....
Especial activity destruction of garbage in TPA is with landfilling. Immeasurable technological storey;level landfilling, among its very often referred by sanitary landfill the virtualness in industrial state assumed simplest. For certain that the used in Indonesia is not landfilling which either due almost entire TPA in towns in Indonesia only applying what do was known as open-dumping, which frankly is improper conceived of a systematic way, and difficult at all also conceived of a technology form handling of garbage
conclusion
In this time management of garbage in towns in Indonesia usually are not takes important priority so much, many town problem to be handled. Duty of organizer of garbage are not becoming light in a period coming soon. If willingness, the effort and ability remain to be like in this time, hence problem of garbage will always arise. Efficacy of management of garbage is especially will depend on political willingness specially from organizer of town. This willingness is started from understanding and awareness for the importance of this sector as wrong of town infrastructure able to expressed efficacy in managing the town.
The next Basic matter is the importance of a consistent and overall policy in handling of garbage, so that instruct handling of garbage don't have the character of transient. In a kind of this case, hence role of private sector needed to reckon in handling of long-range garbage, including his participation in the effort recycle, processing and destruction of garbage.
Development of technology matching with the condition of Indonesia needed to embolden, specially the easy to adapt with condition sosio-economic of Indonesia society. Technological being based on role and also society seems require the priority, so that involvement they become more directional and meaning in handling garbage. But recognition of the technology is sophisticated relative, solid of capital, and recognized by could be annihilate the garbage like insinerator, up for studied also specialy for towns which have can. In Indonesia, systematic and comprehensive enough study concerning application insinerator for town Jakarta and also possibility of exploiting of his gumption frankly have been done in the early of year of 1980-an by BPPT. But unhappily this study is not acted in conducive scale, so that till now Indonesia not yet had the experience able to be used in election of this technology. Time has come this technological application study is re-emboldened, including study usage of technology insinerator modular such as is in this time applied in some towns in Indoensia, be like Jakarta, Bandung and Surabaya.
A little note from kecil-or
Is a fact that government are not care much with this situation specialy how to handle garbage in final exile. It is true that government also need participath and support from the society, so than the society waiting some action from the government, even some community are already handling well their garbage it’s resulting of reducing the volume of final exile.
Technology mostly like a knife, it could be usefull or kill us, it’s depend of how to handle the technology. Of course the frindliness technology we have to supporting that the one we are mostly familiar with this. We can allowed the technology that we are can not drive it savely or it is indicated to dangerous to the envirofment. We have to disallowed blind man drive our bus, or we disallowed the driver fly with the plane.
I hope this a little notes makes us growing and a wakes that not all technology allowed for us, more than anything else there are much others solution that without dangerous indication. Read More......
Situ gintung “overdue awareness”
When disaster come the media multitudes prints and electronics are loaded the event. Expert from BPPT, LIPI, DEP PU, WALHI shows crowded phrase the criticism and defence in around accident of situ gintung. Gintung lake were build in year of 1930an by government of Dutch Indies, tired broadness 30 ha more in the begining. This lake buil up with a purpose to skin-deep water level of diffusion water and land;land around the lake. Equally situ gintung is the conservation farm support the area around situ, intended some of Jakarta.
Around situ cultivated or have ever been multifarious planted of big crop and small, situ gintung encircled by forest as conservation farm. Governmental of Dutch Indies is truely really wishing superficiality of ground water and conservation area of around Jakarta to sustain life in Jakarta....
Some times before dam destroyed, there no information in society are widely regarding situation the lake, almost altogether work in good condition. This Signal indicated that environmental institute and body in area of around the lake doesn’t do they function totalizely. Media is also apply equally, more than anything else the government of commisioned manage the society.
After destroyed dam their multitudes drug and every time display the information, fulfill every newspaper page;yard sheet. Its node :: “ In this country teeny and there no attention concerning safety more than anything else prosperity of society. Society is always become the victimizing badness leadership. Institute control barren nonalignment to society. All partys do are only something that they have the glimpse assess to fill their pocket, their result after disaster happened without cattish they voice the analysis and criticism at all are truly late.
There no overdue word to makes changes, but criticize, self-defence and also the analysis phrased in various pittance media have indications instruct to better change. Which seeing arise impression of desire to be involved in the project are have society victimizing already. Where that the shame feel ????? Read More......
Around situ cultivated or have ever been multifarious planted of big crop and small, situ gintung encircled by forest as conservation farm. Governmental of Dutch Indies is truely really wishing superficiality of ground water and conservation area of around Jakarta to sustain life in Jakarta....
Some times before dam destroyed, there no information in society are widely regarding situation the lake, almost altogether work in good condition. This Signal indicated that environmental institute and body in area of around the lake doesn’t do they function totalizely. Media is also apply equally, more than anything else the government of commisioned manage the society.
After destroyed dam their multitudes drug and every time display the information, fulfill every newspaper page;yard sheet. Its node :: “ In this country teeny and there no attention concerning safety more than anything else prosperity of society. Society is always become the victimizing badness leadership. Institute control barren nonalignment to society. All partys do are only something that they have the glimpse assess to fill their pocket, their result after disaster happened without cattish they voice the analysis and criticism at all are truly late.
There no overdue word to makes changes, but criticize, self-defence and also the analysis phrased in various pittance media have indications instruct to better change. Which seeing arise impression of desire to be involved in the project are have society victimizing already. Where that the shame feel ????? Read More......
Selasa, 24 Maret 2009
Warna-warni Pemilu
Pemilu didefinisikan sebagai pesta demokrasi, demokrasi yang harus dibayar mahal dengan pesta – belum lagi pengorbanan masyarakat yang diiming-imingi oleh kesejahteraan dan kebahagiaan – berkorban waktu, tenaga bahkan pikiran, tidak jarang dengan benturan fisik. Semuanya itu hanya demi sebuah system yang terbukti selama puluhan tahun di negeri ini gagal mensejahterahkan masyarakat, terbukti dengan semakin minimnya devisa dan asset Negara, koruptor semakin jadi, masyarakat mati kelaparan, stress yang berujung pada kegilaan, pengangguran meningkat, kesehatan mahal tidak terbayar, kebersihan dan lingkungan termaksud hutan rusak tak kunjung baik....
Berharap pada pemilu atau pesta demokrasi seperti berharap terhadap iblis menjadi malaikat, contohnya terlalu banyak syaitan mengumbar janji palsu sesaat hanya demi kepentingan tingginya angka suara pemilu. Maksudnya pada saat pemilu mendadak syaitan-syaitan ini membeli topeng malaikat untuk mendapat dukungan agar lebih kaya dan tajam kuku-kukunya bisa mencengkram rakyat yang papa. Seusai pemilu topeng-topeng malaikat tadi dilepas para sayaitan kembali ke wujud semula, menjadi penghisap darah kehidupan.
Di GCA dapat dibuktikan dengan sangat kasat mata. Sebelum isyu pemilu mengudara keadaan terkesan biasa saja. Biasa penguasa memerah yang dikuasai, tak pernah perduli dengan keadaan masyarakat yang teriak-teriak, menjerit bahkan ada yang kesakitan. Masyarakat GCA begitu gigih dalam memperjuangkan aspirasinya – tidak perduli panas terik, hujan, bahkan malam yang dingin menusuk. Mereka bahu-membahu untuk menyuarakan aspirasinya kepada penguasa bahwa “mereka merasa ditindas”. Tak ada perhatian dari siapa-siapa, teriakan itu seperti nyanyian merdu bagi mereka (kaum elit), jeritan dan tangisan itu ibarat senandung rindu. Betapa pilu di sayat sembilu masyarakat GCA ini. Kemana wakil ku, ………………
Saat ini pemilu santar nyaring memeka telinga, sang gurita bisa turun tahta kalau tidak dapat suara. Sangking takut tak dapat suara, malu tak lagi menjadi etika, mencoba membujuk masyarakat yang semakin dewasa. Ini adalah seekor gurita bukan manusia perkasa, gurita dengan kuku – kuku beruang betina. Gurita bertangan banyak dengan kuku-kuku tajam siap mencengkram, mencari makan demi isi perutnya yang keroncongan jika tak di isi berlian. Tapi saat menjelang pemilu gurita ini menjelma menjadi kucing Persia yang anggun dan lucu, setiap langkah-langkahnya bergemerincing irama merdu seiring gelombang bulu-bulu indahnya.
Allah berkata dalam firman Nya : “kebathilan pasti lenyap dan kebenaran pasti menang”. Silahkan berbuat semaumu, silahkan tak perdulikan suara kami, tapi keyakinan kami tetap ada dan selalu ada ……kebenaran pasti menang. Read More......
Berharap pada pemilu atau pesta demokrasi seperti berharap terhadap iblis menjadi malaikat, contohnya terlalu banyak syaitan mengumbar janji palsu sesaat hanya demi kepentingan tingginya angka suara pemilu. Maksudnya pada saat pemilu mendadak syaitan-syaitan ini membeli topeng malaikat untuk mendapat dukungan agar lebih kaya dan tajam kuku-kukunya bisa mencengkram rakyat yang papa. Seusai pemilu topeng-topeng malaikat tadi dilepas para sayaitan kembali ke wujud semula, menjadi penghisap darah kehidupan.
Di GCA dapat dibuktikan dengan sangat kasat mata. Sebelum isyu pemilu mengudara keadaan terkesan biasa saja. Biasa penguasa memerah yang dikuasai, tak pernah perduli dengan keadaan masyarakat yang teriak-teriak, menjerit bahkan ada yang kesakitan. Masyarakat GCA begitu gigih dalam memperjuangkan aspirasinya – tidak perduli panas terik, hujan, bahkan malam yang dingin menusuk. Mereka bahu-membahu untuk menyuarakan aspirasinya kepada penguasa bahwa “mereka merasa ditindas”. Tak ada perhatian dari siapa-siapa, teriakan itu seperti nyanyian merdu bagi mereka (kaum elit), jeritan dan tangisan itu ibarat senandung rindu. Betapa pilu di sayat sembilu masyarakat GCA ini. Kemana wakil ku, ………………
Saat ini pemilu santar nyaring memeka telinga, sang gurita bisa turun tahta kalau tidak dapat suara. Sangking takut tak dapat suara, malu tak lagi menjadi etika, mencoba membujuk masyarakat yang semakin dewasa. Ini adalah seekor gurita bukan manusia perkasa, gurita dengan kuku – kuku beruang betina. Gurita bertangan banyak dengan kuku-kuku tajam siap mencengkram, mencari makan demi isi perutnya yang keroncongan jika tak di isi berlian. Tapi saat menjelang pemilu gurita ini menjelma menjadi kucing Persia yang anggun dan lucu, setiap langkah-langkahnya bergemerincing irama merdu seiring gelombang bulu-bulu indahnya.
Allah berkata dalam firman Nya : “kebathilan pasti lenyap dan kebenaran pasti menang”. Silahkan berbuat semaumu, silahkan tak perdulikan suara kami, tapi keyakinan kami tetap ada dan selalu ada ……kebenaran pasti menang. Read More......
Jumat, 13 Maret 2009
RECYCLE SAMPAH PLASTIK
RECYCLE SAMPAH PLASTIK
Sebuah kerjasama antara pengelola sampah kota dan pengelola sampah domestic wilayah Griya Cempaka Arum (Fokal). Kerjasama ini diawali melalui sebuah pembicaraan dengan Dirut PD Kebersihan beberapa waktu sebelumnya. Kegiatan dilimpahkan kepada Humas PD Kebersihan – yang harus direstui oleh sang dirut juga.
Syahdan sampailah rombongan PD Kebersihan dan kelompok ibu-ibu pengrajin sampah daur ulang, kata ibu-ibu pengrajin sampah plastic bisa didaur ulang dengan syarat bahan-bahan yang akan dijadikan kerajinan tidak bercampur dengan sampah organic, karena sampah organic dapat menimbulkan bau sedangkan sampah nonorganik tidak. Selain itu sampah organic bisa menyebabkan sampah nonorganik menjadi kotor dan menjijikan. Kesimpulannya sampah-sampah tersebut harus dipisahkan dari awal, sehingga tidak menimbulkan masalah, malah bisa menjadi sumber kreatifitas....
PD Kebersihan diwakili oleh 3 orang staf humas, Fokal mengundang setiap RT dan RW se GCA dan perwakilan warga dari tiap RT – 2 orang. Pelatihan ini dimulai dari jam 10.00 wib dan dihadiri oleh lebih dari 50 orang ibu-ibu dan beberapa perwakilan RT dan RW. Pelatihan dimulai dengan tekhnik melipat sampah bungkus kopi atau sejenis, kemudian tekhnik tersebut dikembangkan dengan menyusun pola yang sudah ada pada sampah bungkus kemasan tersebut. Kemudian berlanjut dengan membuat bunga dari gelas bekas air mineral dan taplak meja dari strow (sedotan) air mineral tersebut. Ada yang hampir terlewat, yaitu merajut dengan bahan plastic keresek bekas belanja.
Pelatihan selesai sekitar jam 14.00 wib, rombongan PD Kebersihan dan ibu-ibu pengrajin dari RW 15 Taman Sari – Bandung meninggalkan tempat pelatihan yang diselenggarakan di Masjid An Nur di bilangan GCA. Namun ibu-ibu dan Fokal tidak serta-merta meninggalkan tempat pelatihan, mereka begitu asyiknya terus berbagi kreatifitas dan merencanakan berbagai kreatifitas lainnya.
Janjinya PD Kebersihan akan memfasilitasi jika produk ini menjadi menjamur diberbagai tempat. Buat Fokal penanggulangan masalah sampah ini adalah tanggung jawab kolektive dan harus dimulai dari mana saja kita mulai menyadarinya. Memang idealnya pengelolaan sampah ini harus dari hulu ke hilir, ibarat hulu dan hilir sungai maka untuk mencapai sebuah keberhasilan dibutuhkan juga sampan yang layak dan pengayuh yang baik atau sebuah peerahu motor bahkan kapal besar. Siapa yang bisa menyediakan kapal besar itu? Atau hanya sampan dengan pengayuh yang seadanya?
Makin baik sarana dan prasarana akan makin mudah mencapai tujuan, yang jauh lebih penting adalah metodenya – dan dukungan akan metode tersebut. Jika metode dan infra struktur telah terdefinisikan maka ide dasar penanganan masalah ini yang harus dibesarkan terlebih dahulu. Ironisnya ide ini seperti bertepuk sebelah tangan – alias tidak terdengar bunyinya, gema dari penanganan sampah ini hanya berkisar kepada penanganan temporal dengan biaya yang amat besar, melibatkan investor yang tidak jelas juntrungannya. Ingat persoalan sampah ini akan benar-benar beres jika masyarakat termaksud para elit dan eksekutifnya sadar akan ide dasar persoalan ini.
Ide dasar ini telah ada dan tumbuh dalam tubuh Fokal, maka Fokal merasa perlu untuk mensosialisasikan setiap kegiatannya dan setiap permasalahan berikut jalan keluarnya jika memungkinkan. Singkat cerita disebuah kelurahan di cicadas (dekat dengan kantor PD Kebersihan) tepatnya kelurahan cibeunying kidul yang diwakili oleh ICD RZI Bapak Warjita ingin juga melakukan kegiatan seperti yang Fokal lakukan dengan keterbatasan lahan, mereka membuat komposter skala rumah tangga dan ingin juga bisa mendaur ulang sampah plastic. Fokal memfasilitasi Bapak Warjita untuk bisa mengajukan pelatihan tersebut kepada pihak terkait di PD Kebersihan. AlhamduliLlah pelatihan tersebut telah terlaksana.
Bagi semua kalangan dan pemerhati masalah persampahan, semua ini adalah sebuah upaya yang seyogyanya mendapatkan support yang layak dari berbagai kalangan. Kemudian support tersebut dikonsolidasikan dan bersinergi dalam sebuah naungan. Inilah cita-cita sekaligus harapan kami yang masih amat jauh mata memandang tujuan itu. Oleh sebab itu dukungan; baik berupa kritik yang membangun dan follow up lainnya amat dinantikan untuk sekedar melakukan perbaikan – menuju masyarakat yang lebih baik yang berkesadaran. Read More......
Kamis, 12 Maret 2009
uu no 18 tahun 2008
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,...
Menimbang :
a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan
bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam;
b. bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan;
c. bahwa sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu
dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan
manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta
dapat mengubah perilaku masyarakat;
d. bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung
jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan
dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional,
efektif, dan efisien;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.
2. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
3. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
4. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah.
5. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
6. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat
pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
7. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
8. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke
media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
9. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.
11. Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka
pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan
akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
12. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pengelolaan lingkungan hidup dan di bidang pemerintahan lain yang terkait.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
(1) Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
c. sampah spesifik.
(2) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal dari
kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik.
(3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
(4) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)diatur dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas
keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.
Pasal 4
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 5
Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin
terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 6
Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 terdiri atas:
a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;
b. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah;
c. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan
pemanfaatan sampah;
d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana
pengelolaan sampah;
e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;
f. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat
setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
g. melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar
terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Bagian Kedua
Wewenang Pemerintah
Pasal 7
Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah
mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah;
c. memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan jejaring
dalam pengelolaan sampah;
d. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah
dalam pengelolaan sampah; dan
e. menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan
sampah.
Bagian Ketiga
Wewenang Pemerintah Provinsi
Pasal 8
Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan provinsi mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan
kebijakan Pemerintah;
b. memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring
dalam pengelolaan sampah;
c. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota
dalam pengelolaan sampah; dan
d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah
antarkabupaten/antarkota dalam 1 (satu)provinsi.
Bagian Keempat
Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 9
(1) Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai
kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan
nasional dan provinsi;
b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan
oleh pihak lain;
d. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah
terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
e. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama
20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem
pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
f. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem tanggap darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan peraturan menteri.
Bagian Kelima
Pembagian Kewenangan
Pasal 10
Pembagian kewenangan pemerintahan di bidang pengelolaan sampah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 11
(1) Setiap orang berhak:
a. mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan
lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi
tanggung jawab untuk itu;
b. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan
pengawasan di bidang pengelolaan sampah;
c. memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan
pengelolaan sampah;
d. mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat
pemrosesan akhir sampah; dan
e. memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan
berwawasan lingkungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan peraturan daerah sesuai
dengan kewenangannya.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 12
(1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
Pasal 13
Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas
pemilahan sampah.
Pasal 14
Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya.
Pasal 15
Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, tata cara pelabelan atau penandaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, dan kewajiban produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB V
PERIZINAN
Pasal 17
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki
izin dari kepala daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 18
(1) Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan sampah harus diumumkan kepada
masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha pengelolaan sampah yang mendapatkan
izin dan tata cara pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan daerah.
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Kesatu
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Pasal 19
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas:
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
Paragraf Kesatu
Pengurangan Sampah
Pasal 20
(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebagai berikut:
a. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;
b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
e. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
(3) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat
diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(4) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah
diurai oleh proses alam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
(1) Pemerintah memberikan:
a. insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan
b. disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif
dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah.
Paragraf Kedua
Penanganan Sampah
Pasal 22
(1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke
tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;
dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah sesuai
dengan kewenangannya.
Bagian Kedua
Pengelolaan Sampah Spesifik
Pasal 23
(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VII
PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
Bagian Kesatu
Pembiayaan
Pasal 24
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan
sampah.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2)diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
Bagian Kedua
Kompensasi
Pasal 25
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendirisendiri atau bersama-sama dapat
memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. relokasi;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
d. kompensasi dalam bentuk lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau
peraturan daerah.
BAB VIII
KERJA SAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Kesatu
Kerja Sama Antardaerah
Pasal 26
(1) Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antarpemerintah daerah dalam
melakukan pengelolaan sampah.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk
kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk usaha bersama
antardaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 27
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendirisendiri atau bersama-sama dapat
bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan
sampah.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk perjanjian
antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan.
(3) Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PERAN MASYARAKAT
Pasal 28
(1) Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah;
b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau
c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan
pemerintah dan/atau peraturan daerah.
BAB X
LARANGAN
Pasal 29
(1) Setiap orang dilarang:
a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengimpor sampah;
c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
f. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir;
dan/atau
g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf c, dan huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, huruf f, dan huruf g diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
(4) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g.
BAB XI
PENGAWASAN
Pasal 30
(1) Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah
dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten/kota dilakukan
oleh gubernur.
Pasal 31
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengelola
sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama-sama.
(2) Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat 1) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan
yang diatur oleh Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 32
(1) Bupati/walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah
yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. paksaan pemerintahan;
b. uang paksa; dan/atau
c. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan daerah abupaten/kota.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
(1) Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri atas:
a. sengketa antara pemerintah daerah dan pengelola sampah; dan
b. sengketa antara pengelola sampah dan masyarakat.
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui
penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan.
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2)dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Pasal 34
(1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan mediasi, negosiasi,
arbitrase, atau pilihan lain dari para pihak yang bersengketa.
(2) Apabila dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, para pihak yang bersengketa dapat
mengajukannya ke pengadilan.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa di Dalam Pengadilan
Pasal 35
(1) Penyelesaian sengketa persampahan di dalam pengadilan dilakukan melalui gugatan
perbuatan melawan hukum.
(2) Gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mensyaratkan
penggugat membuktikan unsur-unsur kesalahan, kerugian, dan hubungan sebab akibat
antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan.
(3) Tuntutan dalam gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berwujud ganti kerugian dan/atau tindakan tertentu.
Bagian Keempat
Gugatan Perwakilan Kelompok
Pasal 36
Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok.
Bagian Kelima
Hak Gugat Organisasi Persampahan
Pasal 37
(1) Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaan
sampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan
untuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi persampahan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah; dan
c. telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun sesuai dengan
anggaran dasarnya.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 38
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pengelolaan persampahan diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang pengelolaan sampah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang berkenaan dengan peristiwa tindak
pidana di bidang pengelolaan sampah;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; dan
f. meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
pengelolaan sampah.
(3) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah
rumah tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat
3(tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah
spesifik ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 40
(1) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan
pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau
kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan
keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam
dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 41
(1) Pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan pengelolaan sampah
dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran
lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 42
(1) Tindak pidana dianggap sebagai tindak pidana korporasi apabila tindak pidana
dimaksud dilakukan dalam rangka mencapai tujuan korporasi dan dilakukan oleh
pengurus yang berwenang mengambil keputusan atas nama korporasi atau mewakili
korporasi untuk melakukan perbuatan hukum atau memiliki kewenangan guna
mengendalikan dan/atau mengawasi korporasi tersebut.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan oleh atau atas
nama korporasi dan orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkungan korporasi, tuntutan
pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada mereka yang bertindak sebagai
pemimpin atau yang memberi perintah, tanpa mengingat apakah orang dimaksud, baik
berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, melakukan tindak pidana secara
sendiri atau bersama-sama.
(3) Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan
penyerahan surat panggilan ditujukan kepada pengurus pada alamat korporasi atau
di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi yang pada saat penuntutan diwakili
oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan pengurus agar menghadap
sendiri ke pengadilan.
Pasal 43
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 adalah kejahatan.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir
sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan
sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya
Undang-Undang ini.
Pasal 45
Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya Undang-Undang ini wajib
membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun.
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 46
Khusus untuk daerah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4), serta Pasal 32 merupakan kewenangan pemerintah daerah provinsi.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
(1) Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini
diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
(2) Peraturan daerah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 3
(tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 48
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 49
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 69 Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Perundang-undangan,
ttd
Muhammad Sapta Murti Read More......
NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,...
Menimbang :
a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan
bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam;
b. bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan;
c. bahwa sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu
dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan
manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta
dapat mengubah perilaku masyarakat;
d. bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung
jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan
dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional,
efektif, dan efisien;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.
2. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
3. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
4. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang
menghasilkan timbulan sampah.
5. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
6. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat
pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
7. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
8. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke
media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
9. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.
11. Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka
pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan
akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
12. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pengelolaan lingkungan hidup dan di bidang pemerintahan lain yang terkait.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
(1) Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
c. sampah spesifik.
(2) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal dari
kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik.
(3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
(4) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis sampah spesifik di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)diatur dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas
keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.
Pasal 4
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 5
Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin
terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 6
Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 terdiri atas:
a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;
b. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah;
c. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan
pemanfaatan sampah;
d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana
pengelolaan sampah;
e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;
f. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat
setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
g. melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar
terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Bagian Kedua
Wewenang Pemerintah
Pasal 7
Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah
mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah;
c. memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan jejaring
dalam pengelolaan sampah;
d. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah
dalam pengelolaan sampah; dan
e. menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan
sampah.
Bagian Ketiga
Wewenang Pemerintah Provinsi
Pasal 8
Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan provinsi mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan
kebijakan Pemerintah;
b. memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring
dalam pengelolaan sampah;
c. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota
dalam pengelolaan sampah; dan
d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah
antarkabupaten/antarkota dalam 1 (satu)provinsi.
Bagian Keempat
Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 9
(1) Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai
kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan
nasional dan provinsi;
b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan
oleh pihak lain;
d. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah
terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
e. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama
20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem
pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
f. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem tanggap darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan peraturan menteri.
Bagian Kelima
Pembagian Kewenangan
Pasal 10
Pembagian kewenangan pemerintahan di bidang pengelolaan sampah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 11
(1) Setiap orang berhak:
a. mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan
lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi
tanggung jawab untuk itu;
b. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan
pengawasan di bidang pengelolaan sampah;
c. memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan
pengelolaan sampah;
d. mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat
pemrosesan akhir sampah; dan
e. memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan
berwawasan lingkungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan peraturan daerah sesuai
dengan kewenangannya.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 12
(1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan
sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
Pasal 13
Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas
pemilahan sampah.
Pasal 14
Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya.
Pasal 15
Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan fasilitas pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, tata cara pelabelan atau penandaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, dan kewajiban produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB V
PERIZINAN
Pasal 17
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki
izin dari kepala daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 18
(1) Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan sampah harus diumumkan kepada
masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha pengelolaan sampah yang mendapatkan
izin dan tata cara pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan daerah.
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Kesatu
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Pasal 19
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas:
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
Paragraf Kesatu
Pengurangan Sampah
Pasal 20
(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah;
b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebagai berikut:
a. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;
b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
e. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
(3) Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat
diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
(4) Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah
diurai oleh proses alam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 21
(1) Pemerintah memberikan:
a. insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan
b. disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif
dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah.
Paragraf Kedua
Penanganan Sampah
Pasal 22
(1) Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi:
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke
tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;
dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah sesuai
dengan kewenangannya.
Bagian Kedua
Pengelolaan Sampah Spesifik
Pasal 23
(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB VII
PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
Bagian Kesatu
Pembiayaan
Pasal 24
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan
sampah.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2)diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
Bagian Kedua
Kompensasi
Pasal 25
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendirisendiri atau bersama-sama dapat
memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. relokasi;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
d. kompensasi dalam bentuk lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau
peraturan daerah.
BAB VIII
KERJA SAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Kesatu
Kerja Sama Antardaerah
Pasal 26
(1) Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antarpemerintah daerah dalam
melakukan pengelolaan sampah.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk
kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk usaha bersama
antardaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 27
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendirisendiri atau bersama-sama dapat
bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan
sampah.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk perjanjian
antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan.
(3) Tata cara pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PERAN MASYARAKAT
Pasal 28
(1) Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah;
b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau
c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan
pemerintah dan/atau peraturan daerah.
BAB X
LARANGAN
Pasal 29
(1) Setiap orang dilarang:
a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengimpor sampah;
c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
f. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir;
dan/atau
g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf c, dan huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, huruf f, dan huruf g diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
(4) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g.
BAB XI
PENGAWASAN
Pasal 30
(1) Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah
dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten/kota dilakukan
oleh gubernur.
Pasal 31
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengelola
sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama-sama.
(2) Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat 1) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan
yang diatur oleh Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 32
(1) Bupati/walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah
yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. paksaan pemerintahan;
b. uang paksa; dan/atau
c. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan daerah abupaten/kota.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
(1) Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri atas:
a. sengketa antara pemerintah daerah dan pengelola sampah; dan
b. sengketa antara pengelola sampah dan masyarakat.
(2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui
penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui pengadilan.
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2)dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Pasal 34
(1) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan mediasi, negosiasi,
arbitrase, atau pilihan lain dari para pihak yang bersengketa.
(2) Apabila dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, para pihak yang bersengketa dapat
mengajukannya ke pengadilan.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa di Dalam Pengadilan
Pasal 35
(1) Penyelesaian sengketa persampahan di dalam pengadilan dilakukan melalui gugatan
perbuatan melawan hukum.
(2) Gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mensyaratkan
penggugat membuktikan unsur-unsur kesalahan, kerugian, dan hubungan sebab akibat
antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan.
(3) Tuntutan dalam gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berwujud ganti kerugian dan/atau tindakan tertentu.
Bagian Keempat
Gugatan Perwakilan Kelompok
Pasal 36
Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan sampah berhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok.
Bagian Kelima
Hak Gugat Organisasi Persampahan
Pasal 37
(1) Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaan
sampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan
untuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi persampahan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah; dan
c. telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun sesuai dengan
anggaran dasarnya.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 38
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pengelolaan persampahan diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang pengelolaan sampah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang berkenaan dengan peristiwa tindak
pidana di bidang pengelolaan sampah;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; dan
f. meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
pengelolaan sampah.
(3) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah
rumah tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara paling singkat
3(tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau mengimpor sampah
spesifik ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 40
(1) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan
pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau
kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan
keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam
dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
Pasal 41
(1) Pengelola sampah yang karena kealpaannya melakukan kegiatan pengelolaan sampah
dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran
lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pengelola sampah diancam dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 42
(1) Tindak pidana dianggap sebagai tindak pidana korporasi apabila tindak pidana
dimaksud dilakukan dalam rangka mencapai tujuan korporasi dan dilakukan oleh
pengurus yang berwenang mengambil keputusan atas nama korporasi atau mewakili
korporasi untuk melakukan perbuatan hukum atau memiliki kewenangan guna
mengendalikan dan/atau mengawasi korporasi tersebut.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan oleh atau atas
nama korporasi dan orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun
berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkungan korporasi, tuntutan
pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada mereka yang bertindak sebagai
pemimpin atau yang memberi perintah, tanpa mengingat apakah orang dimaksud, baik
berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, melakukan tindak pidana secara
sendiri atau bersama-sama.
(3) Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan
penyerahan surat panggilan ditujukan kepada pengurus pada alamat korporasi atau
di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.
(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap korporasi yang pada saat penuntutan diwakili
oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan pengurus agar menghadap
sendiri ke pengadilan.
Pasal 43
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 adalah kejahatan.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
(1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir
sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan
sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya
Undang-Undang ini.
Pasal 45
Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya Undang-Undang ini wajib
membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun.
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 46
Khusus untuk daerah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4), serta Pasal 32 merupakan kewenangan pemerintah daerah provinsi.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
(1) Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini
diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
(2) Peraturan daerah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 3
(tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 48
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 49
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 69 Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI Deputi Menteri Sekretaris Negara Bidang Perundang-undangan,
ttd
Muhammad Sapta Murti Read More......
Langganan:
Postingan (Atom)