Jumat, 31 Oktober 2014

Tindak Lanjut Proyek PLTSa


Tanggal 30 oktober 2014 Pemkot Bandung mengundang Hangzhou Boiler Group Co,Ltd dari Cina dan Pt.Bril untuk menjelaskan detail tekhnis PLTSa – yang rencananya akan dibangun di wilayah Kecamatan Gedebage – Bandung. Walikota membuka forum hari ini dengan mengatakan : 1. Forum hari ini adalah untuk mendengarkan dan bertanya, karena banyak hal yang beliau sendiri tidak mengetahui tentang PLTSa ini. 2. Pesan agama : agar menyerahkan segala sesuatu kepada ahlinya agar tidak binasa. 3. Upaya Walikota telah membuat dan menyebarkan biodegester untuk mengurangi timbulan sampah di TPS dan TPA. 4. November ini akan disahkan PERDA pelanggaran buang sampah sembarangan yang dendanya antara Rp 250rb –Rp 50jt.

Presentasi dari PT.HBG sangat panjang dan detail dan tekhnologinya cukup canggih sepertinya, diantara presentasi yang disajikan adalah kelemahan metode landfill dan composting – pastinya keunggulan metode Incinerator sebagai produknya. Kemudian presentasi nilai ekonomi dipaparkan oleh Tim dari UNPAD yang menjelaskan analisis ekonomi tentang PLTSa. Namanya juga jualan analisis ini pun menguntungkan dengan banyak catatan, diantaranya : Tiping Fee harus terus naik dan agar disesuaikan dengan Tiping Fee Internasional, gambarannya Tiping Fee Rp 328rb/Ton dan terus naik hingga Rp 600rb/Ton. Secara umum PLTSa Kota Bandung memerlukan Modal Awal (CAPEX) lebih dari Rp 1 triliyun, belum termasuk pengadaan truk pengangkut yang masih kurang 48 buah. Biaya operasional dari PLTSa Rp 46,65 milyar per tahun (belum termasuk biaya operasional PD.KEBERSIHAN).

Penjelasan dari TIM UNPAD untuk menghasilkan 14 mega watt listrik membutuhkan biaya US $ 10JUTA. APBD Kota Bandung Rp 4 triliyun dan biaya pembangunan PLTSa adalah 22% nya, tidak termasuk biaya operasional PLTSa dan PD.KEBERSIHAN.  

Tibalah saatnya Tanya jawab dibuka ; dimulai oleh Muhammad Tabroni yang cukup terkenal dengan penolakkannya terhadap PLTSa bersama-sama warga Griya Cempaka Arum dan warga Kota Bandung lainnya. M. Tabroni mempertanyakan mengenai harga “social” masyarakat yang besar kemungkinan akan dirugikan oleh proyek ini dan mengharapkan Walikota Bandung mau mendatangi warga GCA dan lainnya yang menolak PLTSa untuk memberi ruang dialog yang  terbuka.

Penanya kedua adalah Arifin – warga Kelurahan Rancanumpang, beliau khawatir terhadap gas buang PLTSa dan tindakan hukum apa jika apa-apa yang dipresentasikan jauh pada kenyataannya? Sudahkan emisi gas buangnya dilakukan tes terhadap hewan? Karena kemampuan PLTSa hanya 700ton per hari sedangkan sampah Kota Bandung 1500ton per hari, maka dapat dipastikan 60% PLTSa bukan solusi.

Di sela-sela dua pertanyaan ini Walikota langsung merespon dan menjawab pertanyaan tersebut : 1. Karena ketidak tahuan saya dan kita semua inilah, maka saya mengundang PT.HBG dan PT.BRIL untuk memberikan penjelasan mengenai tekhnologi yang mereka tawarkan dan mendapatkan ilmu. 2. Mengenai harga social dan dialog dengan warga GCA dan lainnya yang menolak PLTSa, tentu menjadi pertimbangan dalam memutuskan, dan saya akan datang ke GCA untuk dialog dengan warga.

Ibu Neti dari Rancanumpang juga mempertanyakan mengenai manfaat dan mudharatnya PLTSa, dan meminta penjelasan mengenai kecelakaan yang menelan korban dari PLTSa di Cina. Kemudian disusul oleh Ibu Ratna yang mempertanyakan mengenai proses pengangkutan yang kemungkinan besar akan terjadi antrian panjang truk sampah yang pasti menimbulkan bau dan kotor. Kemudian apakah tekhnologi yang katakanlah berhasil di Cina ini akan mudah beradaptasi dengan lingkungan di Indonesia dan Bandung khususnya.

Dua Presentasi mengenai hal-hal tekhnis dan simulasi laba-rugi direspon oleh Prof.Enri Damanhuri dengan 12 pertanyaan :
1.       Bau di PLTSa mungkin tidak muncul, tapi bagaimana dengan bau dari antrian truk? Sebaiknya pengankutan disesuaikan agar kompatibel dengan PLTSa.
2.       Inti dari tekhnologi yang dipaparkan adalah “SISTEM STOKER(martin stoker)”, kapan system stoker ini dibangun? Apakah mampu melayani sampah Kota Bandung yang mayoritas organic dan memiliki tingkat kebasahan yang tinggi? Apakah tahan lama? Jangan sampai hal ini menjadi factor cost tambahan dan nilainya tidak kecil – karena harus ganti spare part.
3.       Pengelolaan Leachead itu mahal, saya tidak melihat hal ini menjadi factor cost dari simulasi bisnis tadi, lagi-lagi jangan sampai ini menjadi “add cost” yang tak terduga.
4.       Pendinginan, saya berharap pendinginan bisa dilakukan dengan menggunakan angin/udara sehingga murah dan tidak berefek besar, jika menggunakan air maka yang dibutuhkan adalah 20.000 liter per detik – itu sama dengan kebutuhan warga Kota Bandung. Sumber air dari mana? Dan berapa biayanya?
5.       Bottom ash dan Fly ash adalah limbah B3, Bottom ash dan Fly Ash sampah lebih jelek dari Bottom ash dan Fly Ash batubara, biaya pengelolaan limbah B3 per tonnya mencapai US $ 400, harap dipertimbangkan baik dari dampak lingkungan dan keekonomian. Kemudian Bottom ash dan Fly ash dari sampah tidak selalu diterima oleh pabrik semen karena tingkan kelembabannya yang tinggi.
6.       Silofication (penampung debu terbang) yang saya dengan dari presentasi tadi membutuhkan bahan kimia 1,5 ton /hari, costnya besar dan perlu dipertimbangkan.
7.        Gas buang bisa jadi tidak ada dioksin tapi yang terbawa oleh Flying Ash dan Bottom Ash dapat dipastikan terdapat dioksin dan logam berat.
8.       Flue Gas Treatment (penanganan gas buang) dijelaskan membutuhkan 2000 ton kapur per tahun, Berapa cost nya? Belum lagi 40 ton karbon aktif, 100 ton amoniak. Semua ini adalah komponen cost, Tim Unpad harap memasukkan komponen ini dan mampukah kita?
9.       Limbah Karbon Aktif adalah limbah yang lebih jelek dari flying ash.
10.   Control Room yang terkoneksi dengan BPLH adalah ide bagus, tapi ini adalah komponen cost, harap diperhatikan.
11.   Karena karakter sampah Kota Bandung yang basah, maka akan dihasilkan listrik yang rendah pula.
12.   Khusus untuk walikota mengenai biodegester yang isinya itu seperti comberan, ini memerlukan treatment khusus juga perlu pertimbangan.



Tidak ada komentar: