Tanggal 30 oktober 2014 Pemkot Bandung mengundang Hangzhou Boiler Group Co,Ltd dari Cina dan Pt.Bril untuk menjelaskan detail tekhnis PLTSa – yang rencananya akan dibangun di wilayah Kecamatan Gedebage – Bandung. Walikota membuka forum hari ini dengan mengatakan : 1. Forum hari ini adalah untuk mendengarkan dan bertanya, karena banyak hal yang beliau sendiri tidak mengetahui tentang PLTSa ini. 2. Pesan agama : agar menyerahkan segala sesuatu kepada ahlinya agar tidak binasa. 3. Upaya Walikota telah membuat dan menyebarkan biodegester untuk mengurangi timbulan sampah di TPS dan TPA. 4. November ini akan disahkan PERDA pelanggaran buang sampah sembarangan yang dendanya antara Rp 250rb –Rp 50jt.
Presentasi dari PT.HBG sangat panjang dan detail dan tekhnologinya cukup canggih sepertinya, diantara presentasi yang disajikan adalah kelemahan metode landfill dan composting – pastinya keunggulan metode Incinerator sebagai produknya. Kemudian presentasi nilai ekonomi dipaparkan oleh Tim dari UNPAD yang menjelaskan analisis ekonomi tentang PLTSa. Namanya juga jualan analisis ini pun menguntungkan dengan banyak catatan, diantaranya : Tiping Fee harus terus naik dan agar disesuaikan dengan Tiping Fee Internasional, gambarannya Tiping Fee Rp 328rb/Ton dan terus naik hingga Rp 600rb/Ton. Secara umum PLTSa Kota Bandung memerlukan Modal Awal (CAPEX) lebih dari Rp 1 triliyun, belum termasuk pengadaan truk pengangkut yang masih kurang 48 buah. Biaya operasional dari PLTSa Rp 46,65 milyar per tahun (belum termasuk biaya operasional PD.KEBERSIHAN).
Penjelasan
dari TIM UNPAD untuk menghasilkan 14 mega watt listrik membutuhkan biaya US $
10JUTA. APBD Kota Bandung Rp 4 triliyun dan biaya pembangunan PLTSa adalah 22%
nya, tidak termasuk biaya operasional PLTSa dan PD.KEBERSIHAN.
Tibalah
saatnya Tanya jawab dibuka ; dimulai oleh Muhammad Tabroni yang cukup terkenal
dengan penolakkannya terhadap PLTSa bersama-sama warga Griya Cempaka Arum dan
warga Kota Bandung lainnya. M. Tabroni mempertanyakan mengenai harga “social”
masyarakat yang besar kemungkinan akan dirugikan oleh proyek ini dan
mengharapkan Walikota Bandung mau mendatangi warga GCA dan lainnya yang menolak
PLTSa untuk memberi ruang dialog yang
terbuka.
Di
sela-sela dua pertanyaan ini Walikota langsung merespon dan menjawab pertanyaan
tersebut : 1. Karena ketidak tahuan saya dan kita semua inilah, maka saya
mengundang PT.HBG dan PT.BRIL untuk memberikan penjelasan mengenai tekhnologi
yang mereka tawarkan dan mendapatkan ilmu. 2. Mengenai harga social dan dialog
dengan warga GCA dan lainnya yang menolak PLTSa, tentu menjadi pertimbangan
dalam memutuskan, dan saya akan datang ke GCA untuk dialog dengan warga.
Ibu
Neti dari Rancanumpang juga mempertanyakan mengenai manfaat dan mudharatnya
PLTSa, dan meminta penjelasan mengenai kecelakaan yang menelan korban dari
PLTSa di Cina. Kemudian disusul oleh Ibu Ratna yang mempertanyakan mengenai
proses pengangkutan yang kemungkinan besar akan terjadi antrian panjang truk
sampah yang pasti menimbulkan bau dan kotor. Kemudian apakah tekhnologi yang
katakanlah berhasil di Cina ini akan mudah beradaptasi dengan lingkungan di
Indonesia dan Bandung khususnya.
Dua Presentasi
mengenai hal-hal tekhnis dan simulasi laba-rugi direspon oleh Prof.Enri
Damanhuri dengan 12 pertanyaan :
1.
Bau di PLTSa mungkin tidak muncul, tapi
bagaimana dengan bau dari antrian truk? Sebaiknya pengankutan disesuaikan agar
kompatibel dengan PLTSa.
2.
Inti dari tekhnologi yang dipaparkan adalah
“SISTEM STOKER(martin stoker)”, kapan system stoker ini dibangun? Apakah mampu
melayani sampah Kota Bandung yang mayoritas organic dan memiliki tingkat
kebasahan yang tinggi? Apakah tahan lama? Jangan sampai hal ini menjadi factor
cost tambahan dan nilainya tidak kecil – karena harus ganti spare part.
3.
Pengelolaan Leachead itu mahal, saya tidak
melihat hal ini menjadi factor cost dari simulasi bisnis tadi, lagi-lagi jangan
sampai ini menjadi “add cost” yang tak terduga.
4.
Pendinginan, saya berharap pendinginan bisa
dilakukan dengan menggunakan angin/udara sehingga murah dan tidak berefek
besar, jika menggunakan air maka yang dibutuhkan adalah 20.000 liter per detik
– itu sama dengan kebutuhan warga Kota Bandung. Sumber air dari mana? Dan
berapa biayanya?
5.
Bottom ash dan Fly ash adalah limbah B3, Bottom
ash dan Fly Ash sampah lebih jelek dari Bottom ash dan Fly Ash batubara, biaya
pengelolaan limbah B3 per tonnya mencapai US $ 400, harap dipertimbangkan baik
dari dampak lingkungan dan keekonomian. Kemudian Bottom ash dan Fly ash dari
sampah tidak selalu diterima oleh pabrik semen karena tingkan kelembabannya
yang tinggi.
6.
Silofication (penampung debu terbang) yang saya
dengan dari presentasi tadi membutuhkan bahan kimia 1,5 ton /hari, costnya
besar dan perlu dipertimbangkan.
7.
Gas buang
bisa jadi tidak ada dioksin tapi yang terbawa oleh Flying Ash dan Bottom Ash
dapat dipastikan terdapat dioksin dan logam berat.
8.
Flue Gas Treatment (penanganan gas buang)
dijelaskan membutuhkan 2000 ton kapur per tahun, Berapa cost nya? Belum lagi 40
ton karbon aktif, 100 ton amoniak. Semua ini adalah komponen cost, Tim Unpad
harap memasukkan komponen ini dan mampukah kita?
9.
Limbah Karbon Aktif adalah limbah yang lebih
jelek dari flying ash.
10.
Control Room yang terkoneksi dengan BPLH adalah
ide bagus, tapi ini adalah komponen cost, harap diperhatikan.
11.
Karena karakter sampah Kota Bandung yang basah,
maka akan dihasilkan listrik yang rendah pula.
12.
Khusus untuk walikota mengenai biodegester yang
isinya itu seperti comberan, ini memerlukan treatment khusus juga perlu
pertimbangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar