dari : www.kompas.com
Minggu, 22 Maret 2009
MESKI orang desa, masyarakat Kampung Wargaluyu, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, sangat peduli pada sampah, bahkan mengolahnya. Setiap rumah yang ada di kanan kiri sepanjang jalan desa selebar 2 meter terdapat 2 tong sampah besar. Setiap tong tertulis Sampah Organik dan Sampah Non-Organik.
Jarak antara bibir aspal dan sungai yang hanya berjarak sekitar 50 sentimeter ditanami bunga-bungaan, sirih, dan pohon-pohon rindang seperti bungur. Sungguh asri dan teduh. Belum lagi kalau kita melongok ke sungai, sungguh jauh dari kesan jorok, keruh, ataupun bau. "Apa yang Mas lihat ini belum lama, baru tiga tahun ini kok. Baru tahun 2006," kata Seksi Organik dari Masyarakat Peduli Lingkungan (Mapeling) Ade Sobandi (46), Sabtu (21/3), ketika ditemui di sela-sela kunjungan warga RW 08 Kelurahan Petojo Utara ke Wargaluyu dalam rangka sharing pengalaman dalam pengelolaan lingkungan sehat. .................
Ade adalah salah satu dari enam penggagas dan pendiri Mapeling. Menurut Ade yang juga adalah Petugas Penyuluh Pertanian, tujuan utama Mapeling adalah supaya kampung ini bersih, hijau, sehat, dan mendapatkan air dengan mudah.
"Pokoknya supaya sadar akan kebersihan!" tegasnya.
Beberapa aktifitas yang telah dan akan dilakkukan untuk mencapai tujuan Mapeling itu adalah membuat lubang-lubang biopori untuk resapan air, pemilahan sampah organik dan anorganik, pembuatan dan penggunaan pupuk organik, kampanye cuci tangan memakai sabun, membersihkan sungai dan melakukan penghijauan di dalam kampung. "Saya lahir di sini, dan saya tahu bagaimana kampung ini dulu kumuh dan tidak sehat. Sungai keruh dan tidak ada sistem pengairan di rumah-rumah. Apalagi ketika sudah muncul plastik, sampah-sampah menumpuk di sungai," kata Ade.
Sebagai seksi organik, Ade sedang menggiatkan pembuatan dan penggunaan pupuk organik. "Caranya, hampir setiap hari penduduk di kampung ini mengumpulkan sampai organik ke rumah saya," ujar suami dari Ija Hadijah ini. Bentuknya bisa sisa makanan, buah-buah busuk, atau juga sisa sayur yang tidak dimasak. "Pengumpulan ini sangat mudah dilakukan karena setiap rumah sudah mempunyai tempat sampah terpisah, organik dan anorganik," kata Ade.
Dari sampah-sampah tersebut, dibuatlah pupuk organik dalam bentuk padat mapun cair. Pupuk-pupuk ini dipakai penduduk untuk tanaman bunga-bunga dan sayuran di pelataran rumah dan tanaman padi di sawah. "Adalah mendesak untuk menggunakan pupuk organik setelah 35 tahun tanah dihajar oleh pupuk kimia," seru Ade.
Dia mengenang kebijakan penggunaan pupuk kimia yang dilancarkan pemerintah Orde Baru itu hanya untuk mengejar swasembada beras. Padahal, kebijakan itu sangat merugikan rakyat karena tanah sekarang mati dan pembelian pupuk setiap tahun selalu naik.
"Jika fungsi tanah terus berkurang, maka padi mendapat nutrisinya langsung dari pupuk kimia. Kan sama saja kalau kita makan beras dari padi itu berarti kita makan racun," kata bapak tiga anak ini.
Menurut Ade, dalam tiga tahun ini penduduk kampung Wargaluyu mencoba pupuk organik untuk padi. Proses ini harus pelan-pelan. "Kita tidak boleh langsung menyuruh masyarakat memakai pupuk organik dan tidak menggunakan pupuk kimia. Mereka akan kecewa dan tidak mau memakai pupuk organik karena hasilnya drop. Perlu ada tahapannya," tutur Ade.
Tahapan yang Ade maksud adalah Pengolaan Tanaman secara Terpadu (PTT) dan System Rice Intensification (SRI). PTT adalah peggunaan pupuk dengan cara dicampur, pupuk kimia dan organik, sementara SRI sudah sepenuhnya memakai pupuk organik. "PTT berlangsung selama 6 kali musim. Dari musim ke musim secara bertahan pupuk kimianya dikurangi, sampai pada akhirnya diawal musim ketujuh kita akan tanam padi dengan pupuk organik secara keseluruhan," kata Ade.
Soal hasil penen, Ade mengakui ada selisih satu ton antara padi yang dihasilkan dari PTT dan SRI. Menurutnya, kalau memakai PTT satu hektar bisa menghasilkan 9 ton, sementara SRI hanya menghasilkan 8 ton. "Tapi itu sepadan dengan penghasilan yang mereka terima," kata Ade. Ia mengatakan, harga beras yang dihasilkan dari pemakaian pupuk kimia secara keseluruhan adalah Rp 4.500 per kg. Untuk beras hasil PTT dihargai Rp 5.000 per kg, dan yang terakhir dari SRI akan menghasilkan beras seharga Rp 7.000 per kg.
Siapa yang tidak mau kalau lingkungan sehat dan penghasilan meningkat?
Read More......
Selasa, 01 Desember 2009
Selasa, 10 November 2009
Seluk beluk Kompos
Prinsip-prinsip Membuat Kompos Yang Baik
1. Rasio karbon / nitrogen
Campuran dari daun kering, serbuk ger¬gaji, atau bahan karbon lain digabung dengan kotoran
hewan, tanaman hijau, atau pupuk untuk nitrogen (approximately 4:1 by volume).
2. Perbanyak mikroorgansme
Membuat MOL atau mikro organism local, atau dari tanah kebun yang subur atau kompos.
3. Tingkat kelembapan
Kelembaban dapat ditakar dengan cara memeras bahan kompos terasa basah tetapi tidak
meneteskan air. Jika terlalu kering tambahkan air atau cairan mol bila perlu.
4. Tingkat oksigen
Tumpukan kompos sebaiknya dibalik den¬gan teratur agar dapat hancur lebih cepat (3 hari).
Membalik tumpukannya menambahkan oksigen sehingga lebih sering kamu mem¬baliknya,
semakin cepat ia hancur.
5. Ukuran Partikel
Ukuran bahan kompos sebaiknya antara 2cm2 sampai dengan maksimal 5cm2, semakin halus
ukuran partikelnya, semakin luas daerah yang ada bagi mikroorganisme untuk bekerja. Tapi
jika cacahan seperti bubur malah memperlambat proses karena kurang meratanya udara,
karena itu jika ada bahan sisa makanan yang sangat halus dalam volume besar perlu diratakan
dan dicampur dengan bahan unsure karbon. Mencacah daun-daun dan bahan yang besar
mempercepat proses kompos..................
Masalah kompos, penyebab dan solusinya
1.Tumpukan kompos lembab dan hangat hanya di tengah tumpukannya.
Penyebab :
Tumpukan kompos terlalu kecil, atau cuaca dingin telah memperlambat proses kompos, Solusi : Jika mengompos dengan cara me¬numpuk, pastikan tumpukan 1 meter tingginya dan 1 meter lebarnya. Dengan box method sistem dan segitiga udara, tumpukan tidak harus besar.
2.Tumpukan kompos tidak menghangat sama sekali.
Penyebab :
•Tidak cukup bahan nitrogen, solusi : Pastikan bahan sumber nitrogen (hijauan, nasi
basi, kotoran hewan, atau sisa-sisa makanan).
•Tidak cukup oksigen yang masuk ke kompos, solusi : Aduk tumpukannya hingga udara
merata menyentuh bahan, ingat komposter aerob membutuhkan udara yang cukup.
•Tidak cukup lembab dalam tumpukan kompos, solusi : Campur aduk tumpukannya dan
siram dengan air sehingga tumpukannya lembab - tumpukan yang sangat kering tidak
akan mengkompos. Kelembaban dikatakan cukup dengan cara meremas bahan kompos terasa
basah tapi tidak menetes air.
•Kompos siap dipanen
3.Daun-daun lengket / rumput tidak terurai.
Penyebab
a)Tidak cukup udara, dan/atau kurang lembab, solusi :
Hindari lapisan tebal suatu jenis bahan saja, sebaiknya dilakukan pencacahan,
beraneka bahan organic dengan perbandingan carbon dan nitrogen (C/N) yang cukup.
Untuk mudahnya karbon diwakili oleh bahan-bahan organic berwarna coklat dan
nitrogen diwakili dengan yang berwarna cerah (hijau, merah, kuning dsb.).
Perbandingannya supaya mudah 50:50 volume.
b)Campur lapisan-lapisan tersebut dan aduk tumpu¬kannya sehingga bahan-bahan
tersebut tercampur baik.
4.Kompos berbau asam atau busuk
Penyebab :
Tidak cukup oxygen, terlalu basah, atau terlalu padat,
Solusi : Aduk tumpukannya sehingga dapat teraliri udara. Atau gunakan lubang-lubang bambu, pagar atau segitiga udara.
•Tambahkan bahan-bahan unsure karbon, sep¬erti : jerami, serbuk atau serutan kayu,
daun-daun kering untuk menyerap kelembabpan yang berlebihan.
•Jika sangat bau, tambahkan bahan-bahan kering diatasnya dan tunggu sampai agak
kering sebelum mengaduk tumpukannya.
5.Kompos berbau seperti amonia.
Penyebab ;
Tak cukupnya bahan karbon dalam kompos,
solusi : Tambahkan bahan karbon seperti serbuk gergaji, sekam padi, daun-daunan, jerami, cacahan koran, dll.
6.Kompos dirubungi kecoa, lalat, atau binatang lain.
Penyebab :
Bahan-bahan yang tidak tepat (daging / minyak), atau bahan-bahan tersebut terlalu dekat ke permukaan atau sisi tumpukan komposnya. Solusi : Kubur sisa-sisa makanan ditengah tumpukan.
7.Kompos dirubungi Semut Api
Penyebab :
Tumpukan mungkin terlalu kering, tidak cukup hangat, dan / atau ada sisa makanan yang terlalu dekat ke permukaan. Solusi : Pastikan tumpukannya mempunyai campuran ba¬han yang baik agar dapat menghangat, dan dijaga kelembabpannya.
Membuat Kompos Dengan Box Method dan Segitiga udara


Read More......
Menyelamatkan Sampah dengan Kompos
Selasa, 23 Juni 2009 | 13:21 WIB
PURBALINGGA, KOMPAS.com — Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, mengembangkan unit pengolahan sampah organik untuk dijadikan kompos. Unit pengolahan sampah ini mampu mengonversi 97 ton sampah organik dari pasar menjadi 38,8 ton pupuk organik berkualitas tinggi.
"Kualitas pupuk yang dihasilkan ini juga telah melalui uji laboratorium dan hasilnya memenuhi 20 parameter pupuk ideal berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)," kata Prayitno, Kasubbag Pemberitaan Sekretariat Daerah Purbalingga, di Purbalingga, Selasa (23/6).
Dengan demikian, keberadaan unit pengolahan sampah ini diharapkan dapat mendukung kebersihan dan kesehatan lingkungan pasar tradisional serta mendukung Pemkab Purbalingga dalam membangun ketahanan pangan nasional berbasis pertanian organik..................
Menurut dia, Bupati Purbalingga juga menyatakan kesiapannya untuk membeli produk sampah organik sebanyak 20 ton dengan harga Rp 500 per kilogram. "Pemkab akan membeli pupuk tersebut melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan," katanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Purbalingga Susilo Utomo mengatakan, unit pengolahan sampah organik Pasar Segamas berdiri di atas lahan seluas 620,13 meter persegi yang disediakan Pemkab Purbalingga.
Menurut dia, pembangunan unit ini dimulai pada 25 Juli 2008 dengan lama pengerjaan enam bulan. Mengenai proses pengolahan sampah, dilakukan melalui beberapa tahapan, pemisahan antara sampah organik dan anorganik, pencacahan, penumpukan, serta pemrosesan kompos selama 14 hari.
"Proses pengolahan sampah ini sepenuhnya diserahkan kepada pihak ketiga, yakni LSM," katanya.
Produksi sampah Pasar Segamas setiap harinya berkisar 7 hingga 8 meter kubik dengan 70 persen di antaranya merupakan sampah organik.
Pupuk kompos yang dihasilkan sekitar 20 persen dari volume yang digiling atau setara dengan 500 kilogram dari volume sampah yang dihasilkan pasar.
Berdasarkan uji laboratorium, kompos organik yang dihasilkan memenuhi standar minimum SNI meski kadar zat besi pada kompos masih terlalu tinggi.
BNJ
Sumber : Ant Read More......
PURBALINGGA, KOMPAS.com — Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, mengembangkan unit pengolahan sampah organik untuk dijadikan kompos. Unit pengolahan sampah ini mampu mengonversi 97 ton sampah organik dari pasar menjadi 38,8 ton pupuk organik berkualitas tinggi.
"Kualitas pupuk yang dihasilkan ini juga telah melalui uji laboratorium dan hasilnya memenuhi 20 parameter pupuk ideal berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)," kata Prayitno, Kasubbag Pemberitaan Sekretariat Daerah Purbalingga, di Purbalingga, Selasa (23/6).
Dengan demikian, keberadaan unit pengolahan sampah ini diharapkan dapat mendukung kebersihan dan kesehatan lingkungan pasar tradisional serta mendukung Pemkab Purbalingga dalam membangun ketahanan pangan nasional berbasis pertanian organik..................
Menurut dia, Bupati Purbalingga juga menyatakan kesiapannya untuk membeli produk sampah organik sebanyak 20 ton dengan harga Rp 500 per kilogram. "Pemkab akan membeli pupuk tersebut melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan," katanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Purbalingga Susilo Utomo mengatakan, unit pengolahan sampah organik Pasar Segamas berdiri di atas lahan seluas 620,13 meter persegi yang disediakan Pemkab Purbalingga.
Menurut dia, pembangunan unit ini dimulai pada 25 Juli 2008 dengan lama pengerjaan enam bulan. Mengenai proses pengolahan sampah, dilakukan melalui beberapa tahapan, pemisahan antara sampah organik dan anorganik, pencacahan, penumpukan, serta pemrosesan kompos selama 14 hari.
"Proses pengolahan sampah ini sepenuhnya diserahkan kepada pihak ketiga, yakni LSM," katanya.
Produksi sampah Pasar Segamas setiap harinya berkisar 7 hingga 8 meter kubik dengan 70 persen di antaranya merupakan sampah organik.
Pupuk kompos yang dihasilkan sekitar 20 persen dari volume yang digiling atau setara dengan 500 kilogram dari volume sampah yang dihasilkan pasar.
Berdasarkan uji laboratorium, kompos organik yang dihasilkan memenuhi standar minimum SNI meski kadar zat besi pada kompos masih terlalu tinggi.
BNJ
Sumber : Ant Read More......
Senin, 28 September 2009
Ministry of Environment Set Rules Waste Problem
Wednesday, September 10, 2008
JAKARTA, WEDNESDAY, Ministry of Environment in one year will be issued Government Regulation (PP) on waste management. This regulation was aimed at companies that generate waste released via the waste and packaging products.................
Decree issued on the basis of Law No.18 Year 2008 on Waste Management. "This regulation will give the company the responsibility of waste management, including when the received consumer," said Environment Minister Rachmat Witoelar, in Jakarta, Wednesday (10 / 9).
Rachmat added that the current waste management is only charged to the public. In fact, the location of the dump (TPA) citizens have bad effects on the environmental conditions that are not healthy.
One of the PP content was every industry must be responsible for packaging and packaging companies are obliged to label the subsequent processing instructions. Currently the draft regulations to the plan amounted to eleven points are still in the stage penggodokan in Ministry of Environment.
In the same occasion, Deputy Minister of Environmental Pollution Control Division, M. Gempur Adnan, the company proposes to establish a body or association to discuss more about the management of such waste.
Ministry of Environment as the supervisor hope, in one year since the regulation was issued later, every company can budget the cost of managing a company's internal parts. "Long-term, within ten years, 70 percent of the entire waste management industry in Indonesia has been running, with a level indicator on the environmental damage," Adnan added. Read More......
JAKARTA, WEDNESDAY, Ministry of Environment in one year will be issued Government Regulation (PP) on waste management. This regulation was aimed at companies that generate waste released via the waste and packaging products.................
Decree issued on the basis of Law No.18 Year 2008 on Waste Management. "This regulation will give the company the responsibility of waste management, including when the received consumer," said Environment Minister Rachmat Witoelar, in Jakarta, Wednesday (10 / 9).
Rachmat added that the current waste management is only charged to the public. In fact, the location of the dump (TPA) citizens have bad effects on the environmental conditions that are not healthy.
One of the PP content was every industry must be responsible for packaging and packaging companies are obliged to label the subsequent processing instructions. Currently the draft regulations to the plan amounted to eleven points are still in the stage penggodokan in Ministry of Environment.
In the same occasion, Deputy Minister of Environmental Pollution Control Division, M. Gempur Adnan, the company proposes to establish a body or association to discuss more about the management of such waste.
Ministry of Environment as the supervisor hope, in one year since the regulation was issued later, every company can budget the cost of managing a company's internal parts. "Long-term, within ten years, 70 percent of the entire waste management industry in Indonesia has been running, with a level indicator on the environmental damage," Adnan added. Read More......
Kementerian Lingkungan Hidup Siapkan Aturan Soal Sampah
Rabu, 10 September 2008 | 21:45 WIB
JAKARTA,RABU- Kementerian Lingkungan Hidup dalam satu tahun ini akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pengelolaan sampah. PP ini ditujukan kepada perusahaan yang menghasilkan sampah yang dikeluarkan melaui limbah maupun kemasan produknya................
PP tersebut dikeluarkan atas dasar Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. "PP ini akan memberikan tanggung jawab kepada perusahaan tentang pengelolaan sampahnya termasuk ketika diterima konsumen," kata Menteri Lingkungan Hidup RI, Rachmat Witoelar, di Jakarta, Rabu (10/9).
Rachmat menambahkan, saat ini pengelolaan sampah hanya dibebankan kepada masyarakat. Bahkan, di lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPA) warga mengalami dampak yang begitu buruk yaitu kondisi lingkungan yang tidak sehat.
Salah satu isi PP tersebut adalah setiap industri harus bertanggung jawab terhadap kemasannya dan perusahaan wajib melabeli kemasan tersebut tentang petunjuk pengolahan selanjutnya. Saat ini draft PP yang rencananya berjumlah sebelas butir masih dalam tahap penggodokan di Kementrian Lingkungan Hidup.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Menteri Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, M. Gempur Adnan, mengusulkan kepada perusahaan untuk membentuk suatu badan atau asosiasi untuk membicarakan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup selaku pengawas berharap, dalam satu tahun semenjak PP dikeluarkan nanti, tiap perusahaan dapat menganggarkan biaya pengelolaan menjadi bagian internal perusahaan. "Jangka panjangnya, dalam waktu sepuluh tahun, 70 persen pengelolaan sampah seluruh industri di Indonesia sudah berjalan, dengan indikator tingkat kerusakan pada lingkungan," tambah Adnan. Read More......
JAKARTA,RABU- Kementerian Lingkungan Hidup dalam satu tahun ini akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pengelolaan sampah. PP ini ditujukan kepada perusahaan yang menghasilkan sampah yang dikeluarkan melaui limbah maupun kemasan produknya................
PP tersebut dikeluarkan atas dasar Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. "PP ini akan memberikan tanggung jawab kepada perusahaan tentang pengelolaan sampahnya termasuk ketika diterima konsumen," kata Menteri Lingkungan Hidup RI, Rachmat Witoelar, di Jakarta, Rabu (10/9).
Rachmat menambahkan, saat ini pengelolaan sampah hanya dibebankan kepada masyarakat. Bahkan, di lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPA) warga mengalami dampak yang begitu buruk yaitu kondisi lingkungan yang tidak sehat.
Salah satu isi PP tersebut adalah setiap industri harus bertanggung jawab terhadap kemasannya dan perusahaan wajib melabeli kemasan tersebut tentang petunjuk pengolahan selanjutnya. Saat ini draft PP yang rencananya berjumlah sebelas butir masih dalam tahap penggodokan di Kementrian Lingkungan Hidup.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Menteri Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, M. Gempur Adnan, mengusulkan kepada perusahaan untuk membentuk suatu badan atau asosiasi untuk membicarakan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup selaku pengawas berharap, dalam satu tahun semenjak PP dikeluarkan nanti, tiap perusahaan dapat menganggarkan biaya pengelolaan menjadi bagian internal perusahaan. "Jangka panjangnya, dalam waktu sepuluh tahun, 70 persen pengelolaan sampah seluruh industri di Indonesia sudah berjalan, dengan indikator tingkat kerusakan pada lingkungan," tambah Adnan. Read More......
BGC Participants Ask Support Official Governments
Monday, September 14, 2009, 05:45:00
BANDUNG, (PRLM) .- Participants Bandung program Green and Clean (BGC) in 2009 complaining about the lack of attention and concern cantonal authorities to the program. In fact, the support from regional authorities will be very
meaningful to participants...............
Chairman of BGC Facilitator RW 02 Kel. Pasirlayung, Kec. South Cibeunying - Edi Kusnadi Widjaja said, since BGC launched, he and residents makes corrections environment. Among them improve greening program, the division of the flower pot or drum to the hamlet, and the creation of new Biopori hole.
In addition, residents also streamline the waste management by applying the sorting of household waste from up to small-scale composting. Through a number of changes, RW 02 Kel. Pasirlayung forward to the round of 30 nominees BGC.
Only, Edi revealed, success was not followed with care, attention, and assistance from the village and district, both morally and materially. "All this seems entirely owned BGC RW or obligations and responsibilities RW," he said.
Similar complaints submitted Kustiana Nana, facilitator BGC in other districts, some time ago. According to him, no cantonal authorities that specifically convey support for their participation
In fact, Nana claims often progress report to the activities of regional authorities. "Starting from the report of each activity, the formation of the committee, composting activities. However, there is no response in the field, "said Nana. In fact, his RW included in the thirty-RW drive to the next stage.
Nana reveals, the support of its citizens is not desired in the form of material support. "We're just asking, for example, if there is activity, cantonal authorities came and went into the field with the residents. It would be very mean, "said Nana.
In response, Deputy Mayor Bandung Vivananda Ayi says, BGC is a government and community programs. "If there cantonal authorities that do not support would be called upon to provide
support in accordance with the capacity and authority. We hope that the citizens or the head of RW that was not supported by regional authorities, can be reported with a clear identity, both the complainant and reported, "he said. (A-188/A-147) *** Read More......
BANDUNG, (PRLM) .- Participants Bandung program Green and Clean (BGC) in 2009 complaining about the lack of attention and concern cantonal authorities to the program. In fact, the support from regional authorities will be very
meaningful to participants...............
Chairman of BGC Facilitator RW 02 Kel. Pasirlayung, Kec. South Cibeunying - Edi Kusnadi Widjaja said, since BGC launched, he and residents makes corrections environment. Among them improve greening program, the division of the flower pot or drum to the hamlet, and the creation of new Biopori hole.
In addition, residents also streamline the waste management by applying the sorting of household waste from up to small-scale composting. Through a number of changes, RW 02 Kel. Pasirlayung forward to the round of 30 nominees BGC.
Only, Edi revealed, success was not followed with care, attention, and assistance from the village and district, both morally and materially. "All this seems entirely owned BGC RW or obligations and responsibilities RW," he said.
Similar complaints submitted Kustiana Nana, facilitator BGC in other districts, some time ago. According to him, no cantonal authorities that specifically convey support for their participation
In fact, Nana claims often progress report to the activities of regional authorities. "Starting from the report of each activity, the formation of the committee, composting activities. However, there is no response in the field, "said Nana. In fact, his RW included in the thirty-RW drive to the next stage.
Nana reveals, the support of its citizens is not desired in the form of material support. "We're just asking, for example, if there is activity, cantonal authorities came and went into the field with the residents. It would be very mean, "said Nana.
In response, Deputy Mayor Bandung Vivananda Ayi says, BGC is a government and community programs. "If there cantonal authorities that do not support would be called upon to provide
support in accordance with the capacity and authority. We hope that the citizens or the head of RW that was not supported by regional authorities, can be reported with a clear identity, both the complainant and reported, "he said. (A-188/A-147) *** Read More......
BioPoska fertilizer from organic waste plant in Bogor Botanical Gardens
Monday, May 18, 2009 - 16:27 wib
BioPoska fertilizer LIPI Launches
Rachmatunnisa - Okezone
BOGOR - LIPI had never stopped innovating to take advantage of the potential environment. Along with anniversary celebrations Bogor Botanical Gardens (KRB) to 192, LIPI BioPoska fertilizer product launches.
"BioPoska fertilizer made from all organic waste from plants in the KRB. That way, besides making KRB environment clean, garbage is collected not wasted but restored benefits for plant fertility," said Endang Sukara, Deputy Head of Science Biological Okezone LIPI when found in HUT KRB, Monday (18/5/2009 )..............
BioPoska organic fertilizer is compost nitrogen and free blocks chemicals that successfully developed KRB. The specialty fertilizer is pure preparations of twigs, leaves and roots that fall from the KRB.
Trash is then fermented naturally to produce high value compost. 87 hectares of land area KRB, has the potential to produce four to six tons of organic fertilizer per day. The result is then used again for the enrichment and preservation of KRB.
"Organic fertilizer from compost KRB completely free of chemicals, so very good in binding nitrogen and fertilize the plants," said Endang.
According to him, the factory-made fertilizers are generally always have a mixture of chemicals so there is always a side effect of its use. As the soil cracks when dry season or become very muddy during the rainy season. This will gradually cause environmental damage. While pure organic fertilizer can adjust weather conditions and environmentally friendly.
When asked whether this fertilizer will also be marketed to the public, Endang said that for the needs of KRB alone still seems to be less. However, LIPI educate people about the technology of this organic fertilizer.
"Although we are not marketing it to outside interests KRB, but the wider community can adapt this technology, so that the benefits of waste management for the conservation of plants can be felt by many people,"
Also Endang also said that the need to provide education regarding the benefits of plants to the public. This has long been conducted by LIPI. According to him, if people already know the benefits that they do, they will be moved alone to preserve plant and harvest living for themselves and future generations.
(srn). Read More......
BioPoska fertilizer LIPI Launches
Rachmatunnisa - Okezone
BOGOR - LIPI had never stopped innovating to take advantage of the potential environment. Along with anniversary celebrations Bogor Botanical Gardens (KRB) to 192, LIPI BioPoska fertilizer product launches.
"BioPoska fertilizer made from all organic waste from plants in the KRB. That way, besides making KRB environment clean, garbage is collected not wasted but restored benefits for plant fertility," said Endang Sukara, Deputy Head of Science Biological Okezone LIPI when found in HUT KRB, Monday (18/5/2009 )..............
BioPoska organic fertilizer is compost nitrogen and free blocks chemicals that successfully developed KRB. The specialty fertilizer is pure preparations of twigs, leaves and roots that fall from the KRB.
Trash is then fermented naturally to produce high value compost. 87 hectares of land area KRB, has the potential to produce four to six tons of organic fertilizer per day. The result is then used again for the enrichment and preservation of KRB.
"Organic fertilizer from compost KRB completely free of chemicals, so very good in binding nitrogen and fertilize the plants," said Endang.
According to him, the factory-made fertilizers are generally always have a mixture of chemicals so there is always a side effect of its use. As the soil cracks when dry season or become very muddy during the rainy season. This will gradually cause environmental damage. While pure organic fertilizer can adjust weather conditions and environmentally friendly.
When asked whether this fertilizer will also be marketed to the public, Endang said that for the needs of KRB alone still seems to be less. However, LIPI educate people about the technology of this organic fertilizer.
"Although we are not marketing it to outside interests KRB, but the wider community can adapt this technology, so that the benefits of waste management for the conservation of plants can be felt by many people,"
Also Endang also said that the need to provide education regarding the benefits of plants to the public. This has long been conducted by LIPI. According to him, if people already know the benefits that they do, they will be moved alone to preserve plant and harvest living for themselves and future generations.
(srn). Read More......
Langganan:
Postingan (Atom)